Antara bulan November sampai dengan Maret, merupakan musim penghujan. Dimana para petani memanfaatkan kondisi tersebut untuk menanami lahan pertanian yang merupakan area tadah hujan. Kebanyakan adalah area hutan yang dibuka untuk dijadikan lahan.
Tapi tidak bagi sebagian masyarakat yang sebagian besar juga memelihara hewan ternak atau beternak. Meskipun bertani merupakan pekerjaan utama, namun beternak pun menjadi pekerjaan yang tidak boleh diabaikan. Mencari rumput menjadi aktivitas utama setiap hari. Tapi pada musim penghujan tempat yang biasa mengambil rumput telah ditanamin jagung.
Pada saat awal tahun 2000an, sebenarnya penggunaan ternak sebagai tenaga bajak sawah sudah mulai tergantikan oleh mesin traktor. Bermodalkan bensin 3 liter maka traktor siap membajak sawah seharian, tanpa harus lagi menjinakkan kerbau atau sapi bila ingin memakai tenaga mereka. Tidak semua yang memiliki traktor, dengan sistem sewa 300rb/hari di rasa sangat murah. Dan hewan ternak pun selamat dari "penyiksaan".
Ketika saya kecil, masih teringat ketika matahari pagi hari mulai nampak, para pemilik hewan ternak sudah menuju kandang. Mereka segera membuka pintu kandang dan beramai-ramai menggembalakan ternaknya menuju ladang rumput yang berada di pinggiran kampung. Bila sudah senja sekitar jam 4 sore, aktifitas nya mengembalikan ternak ke kandangnya. Dan begitu setiap hari. Namun sekarang di saat area yang biasa untuk makan ternak telah dipagari, ketika hendak menggembalakan itu pun haru s ditunggui karena dikhawatirkan akan merusak pagar lahan milik warga lain.
Ada pula peternak yang tidak memelihara hewan ternaknya di halaman rumah. Mereka tetap menggembalakan ternaknya disekitar lahan yang ditanamin jagung. Seperti yang dilakukan Bapak Ahmad Ismail, warga desa Banggo. Baba Mone, begitu panggilan akrabnya, merupakan salah seorang yang merasakan sulitnya menyediakan makanan buat hewan ternaknya.
Setiap hari beliau menggembalakan ternaknya dari kandang menuju daerah yang memiliki rumput banyak. Sebenarnya di saat jagung berumur 2 bulan, tumbuh rumput disela-sela tanaman jagung. Tapi karena takut akan rusaknya tanaman jagung, maka Baba Mone lebih memilih untuk menggembalakan ternaknya menuju area rerumputan setiap hari. Ditemani rokok dan kopi yang diseduh dari rumah, tiap hari beliau menemani ternaknya makan di pinggir jalan Nteko Dungga, desa Banggo.
"Ternak ini harus ditungguin karena kalau dibiarin takutnya akan merusak pagar lahan jagung orang" cerita Baba Mone. Kenapa tidak diikat? Lanjut beliau, bila diikat hewan tersebut tidak akan bebas memakan rumput sekitarnya.
Baba Mone tidak sendiri beternak. Bersama beberapa warga, beliau mendirikan kelompok ternak dengan nama Kelompok Ternak Beko Utama pada tahun 2005 dengan jumlah anggota 25 orang. Dengan adanya kelompok ternak ini, beliau berharap bantuan dari pemerintah untuk perkembangan ternak dan dapat mengedukasi warga bagaiman beternak yang baik sehingga menghasilkan hewan ternak berkualitas.