Lihat ke Halaman Asli

SUMADI

PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DI BAPAS KELAS I TANGERANG

Diversi sebagai Bagian dari Restorative Justice

Diperbarui: 31 Januari 2024   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diversi Sebagai Bagian Dari Restorative Justice

(Oleh: Sumadi,S.H.,M.H JFT PK Muda di Bapas Kelas I Tangerang)

Pergaulan anak dan remaja yang kini mulai terasing dengan budayanya sendiri, karena tergusur dan mulai rapuh identitas jati diri suatu bangsa. Anak merupakan asset bangsa yang harus tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang memiliki peradaban yang jauh lebih baik dari generasi terdahulunya, Oleh sebab itu negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum untuk dapat melindungi anak yang dalam masa tumbuh kembangnya dan dalam proses pencarian jati dirinya.

Anak merupakan subyek hukum dan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda, anak berperan sangat strategis sebagai generasi penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak. Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh dari orang dewasa.

Pengertian perlindungan anak, telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Pasal 1 angka 2 memberikan batasan perlindungan anak sebagai berikut: "Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak-anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi " Batasan mengenai Perlindungan anak tersebut, maka anak perlu untuk dilindungi dari apapun yang akan terjadi pada dirinya. Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum mempunyai permasalahan yang cukup luas tidak hanya anak sebagai korban tetapi juga anak sebagai pelaku kejahatan akibat dari perbuatan anak yang mengakibatkan adanya korban.

Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak. Pengertian frasa "terbaik bagi anak" terkait dengan sifat anak, baik fisik, psikis, maupun sosial sehingga kepentingan anak satu dengan lainnya tidak harus sama. A definition of the child's best interests cannot accommodate the diverse nature of the interests appropriate for a particular child, from a particular back ground and at a particular time ofdevelopment. (Sifris at.all 2014). Pengutamaan kepentingan terbaik bagi anakini juga didasarkan pada asas umum perlindungan anak sebagaimana diatur dalam konvensi anak

Pengertian anak pada hakikatnya menunjuk pada persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana (Criminal Liability / toerekening-vatsbaarheid). Dalam undang-undang Pengadilan Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana ditentukan antara usia 8 sampai 18 Tahun. Adanya rentang Batasan usia dalam undang-undang pengadilan Anak tersebut, diakui sebagai suatu kemajuan bila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam KUHP yang sama sekali tidak mengatur batas usia minimum.Apabila ditelusuri ketentuan instrument interna-sional, ditentukannya batas usia antara 8 sampai 18 Tahun sudah sejalan dengan apa yang orang dewasa akan tetapi juga dilakukan oleh anak, pada dasarnya perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak dengan orang dewasa tidak ada perbedaan hanya saja perbedaan itu terlihat dari pelakunya yang masih di bawah umur dan yang sudah dewasa, dan niat/tujuan antara anak dan orang dewasa dalam melakukan suatu tindak pidana tentunya juga berbeda.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU SPPA yang dimaksut dengan anak yang berhadapan dengan hukum (children inconflict with the law), adalah sebagai berikut:

"Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana "Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum merupakan sebagai upaya untuk melindungi anak dan hak-haknya agar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa kekerasan dan diskriminasi, hal ini diperlukan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang melakukan suatu tindak pidana, bahwa perkembangan kejahatan yang semakin meningkat tentunya sangat memprihatinkan yang mana pelakunya tidak hanya orang dewasa akan tetapi juga dilakukan oleh anak, pada dasarnya perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak dengan orang dewasa tidak ada perbedaan hanya saja perbedaan itu terlihat dari pelakunya yang masih di bawah umur dan yang sudah dewasa, dan niat/tujuan antara anak dan orang dewasa dalam melakukan suatu tindak pidana tentunya juga berbeda.

Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat diselesaikan melalui proses peradilan dan diselesaikan di luar proses peradilan pidana atau yang dikenal dengan diversi yang mana penyelesaiannya melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasann yang dikenal dengan pendekatan keadilan restorative justice. Dalam undang-undang sistem peradilan anak menegaskan adanya kewajiban bagi apparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi terlebih dahulu dengan mengedepankan keadilan restorative khusus untuk anak yang ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun dalam menyelesaikan perkara anak. Penyelesaian di luar proses peradilan tersebut diharapkan mampu memberikan rasa keadilan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Tujuan Diversi di Indonesia yaitu untuk menghindari penahanan, menghindari cap jahat atau label sebagai penjahat, meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku, agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya, mencegah pengulangan tindak pidana, untuk mengajukan intervensi- intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal, dan untuk program diversi akan menghindari anak mengikuti proses-proses sistem pengadilan. Langkah lanjut akan program ini akan menjauhkan anak- anak dari pengaruh-pengarundan implikasi negative dari proses peradilan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline