Kontribusi sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) bagi perekonomian nasional sangat besar. Sejarah mencatat, sektor usaha rakyat ini menjadi perisai penyelamat disaat krisis. Pada 1998 lalu, tatkala usaha konglomerat kolaps, sektor ini masih bisa tumbuh dan tampil sebagai bumper ekonomi.
Namun kini, semua cerita kehebatan usaha kecil ini nyaris tinggal nostalgia saja. Rentetan kenaikan harga, mulai kenaikan TDL, BBM, gas elpiji, harga sembako, membuat sektor ini mati kutu.
Efek domino bagi masyarakat dari kenaikan harga ini sangat terasa. Pasalnya, kenaikan ini diikuti dengan melonjaknya harga komoditas lainnya dipasar seperti beras, daging,cabe-cabean dll. Hal ini memberi dampak buruk bagi kemampuan daya beli masyakat. AKibat lanjutannya, jumlah angka pengangguran pasti bertambah. Usaha sektor UMKM ini terjun bebas. Pendapatan usaha anjlok hingga 60 persen lebih. Beberapa pelaku usaha, baik itu di Tanah Abang, Mangga Dua, Mall atau pertokoan lainnya juga merasakan dampaknya.
Hal ini terjadi seriring dengan rendahnya kemampuan daya beli masyarakat. Untuk itu, pemerintah melakukan upaya nyata terhadap pemulihan daya beli masyarakat yang semakin menurun. Rentetan kenaikan harga ini menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Daya beli menurun karena masyarakat tidak mampu membeli.
Dengan situasi seperti saat ini memungkinkan banyaknya UMKM yang menutup usahanya. Potensi tutupnya itu cukup tinggi. Itu sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut disebabkan karena para pelaku UMKM tidak bisa lagi menahan kenaikan biaya yang begitu tinggi. Salah satu sektor UKM yang terkena dampak terbesar karena pelemahan ekonomi, depresiasi rupiah, serta pelemahan daya beli masyarakat karena inflasi tinggi,, adalah UMKM yang produksinya sangat tergantung dengan bahan baku impor.
Oleh karena itu, harus ada langkah pemulihan daya beli masyarakat. Hal ini sangat penting karena daya beli itu komponen terbesar dalam upaya pemulihan ekonomi. Harus ada upaya dari pemerintah membuat UMKM bangkit. Harus ada injeksi pembiayaan dengan jalan memberikan subsidi kepada sektor tersebut. Dalam situasi tersebut, pemerintah harus mengalokasikan cadangan devisanya khusus untuk bisa menjadi bumper akibat krisis perekonomian.
Memang, pemerintah sudah menyiapkan anggaran Kredit Usaha Rakyat(KUR) sebesar Rp 900 Miliar. Ini langkah terbososan untuk menggeliat ekonomi nasional. Tetapi, harus dieksekusi yang jelas. Tidak cukup dengan mengalokasikan anggaran yang besar, tapi anggaran ini tidak kunjung dicairkan. Ini sama saja memberi mimpi indah ke rakyat.
Peran sector UMKM dalam perkenonomian sangar besar. Sektor usaha kecil ini menjadi bumper disaat kegiatan ekonomi skala besar sedang stagnan. Karena itu, push semua dana untuk menggerakan sektor rill. Pemerintah sendiri memang sudah membuat sejumlah langkah terobosan guna mempercepat pemulihan ekonomi. Namun sejumlah paket kebijakan itu terkesan panik dan mengawang-ngawang.
Sebut saja misalnya, alokasi dana buyback saham yang nilainya mencapai Rp 20 Triliun. Daripada buyback saham, mending dana ini (buyback) untuk UMKM. Buyback ibarat menggarami laut yang tidak berdampak positif bagi perekonimian. Artinya, berapapun yang digelotorkan, nggak ada gunanya. Jadi, lebih baik, dana buyback dialihkan untuk pemulihan sektor ril. Ini lebih besar manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H