Hallo!!!!
Perkenalkan saya Sultoni Auliya Fathan (222111302), Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syari'ah, UIN Raden Mas Said Surakarta. Berikut saya akan menganalisis hukum positif terkait kasus sengketa pilpres 2024 yang sempat menjadi perbincangan publik pada Pilpres kali ini.
Dalam kasus penyelesaian Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia melibatkan kontestasi yang sangat kompetitif dan sensitif antara dua pasangan calon, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pasangan calon kedua ini mengajukan permohonan penyelesaian hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor 1 dan 2/PHPU.PRES-XII/2024, masing-masing menuduh adanya perbudakan, nepotisme, dan perlindungan kekuasaan dalam proses pemilu.
Berikut penjelasan terkait kasus ini;
1. Permohonan dan Sidang MK
Permohonan : Kedua pasangan calon mengajukan permohonan pembelaan hasil Pemilihan Presiden 2024 ke MK dengan Nomor 1 dan 2/PHPU.PRES-XII/2024. Mereka menuduh adanya perbudakan, nepotisme, dan pembatasan kekuasaan dalam proses pemilu.
Sidang : Sidang MK berlangsung pada Senin, 22 April 2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat Jakarta. Sidang ini berlangsung hampir delapan jam dan mencatat banyak cerita menarik.
2. Pertimbangan MK
Dalil-dalil Pemohon : MK menolak seluruh dalil yang diajukan oleh kedua kubu pemohon. Dalil-dalil tersebut meliputi:
Ketidaknetralan Bawaslu dan DKPP : Pemohon menuduh Bawaslu tidak membenarkan dugaan kondisi pasangan calon nomor urut 02. Namun, MK tidak menemukan bukti yang cukup menjanjikan untuk mendukung tuduhan ini.
Intervensi Presiden Joko Widodo : Pemohon menuduh Presiden Joko Widodo mengintervensi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Namun, MK tidak menemukan bukti yang menjamin adanya intervensi Presiden.