Setiap orang tua mempunyai harapan agar anaknya menjadi sholih dan sholihah. Mereka ingin anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat secara jasmani maupun rohani. Berbagai macam cara dilakukan agar impian yang menjadi idaman para orang tua itu dapat diwujudkan. Agar kelak orang tua merasakan hasil dari pendidikannya selama ini dan anak yang sholih sholihah adalah indikator keberhasilan orang tua mendidik anak-anaknya. Meskipun setiap orang tua mempunyai indikator lain tentang kebahagiaan dan kesuksesan anak, tetapi anak yang sholih dan sholihah merupakan idaman dari seluruh keluarga.
Penanaman karakter biasanya dilakukan dalam bentuk pemahaman kepada anak tentang baik buruknya sesuatu. Akan tetapi, bentuk pemahaman saja tidak cukup. Sering kita melihat seorang anak dengan tingkah, perilaku dan kebiasaannya yang memiliki kemiripan dengan orang tuanya. Penanaman karakter bisa ditanamkan secara langsung melalui pendidikan di rumah maupun di sekolah. Tetapi banyak juga karakter seorang anak yang terbentuk secara tidak langsung, alias tidak diajarkan. Karakter itu bisa terbentuk dari proses meniru, melihat, merekam apa yang ada di lingkungan sekelilingnya.
Proses transfer dari orang tua kepada anak tidak hanya dari segi kemiripan fisik saja. Kebiasaan sehari-hari, perilaku dan karakter yang dilakukan orang tua, secara tidak langsung juga akan terekam oleh anak yang seringkali melihatnya. Sehingga ada kemiripan sifat antara anak dan orang tua. Meskipun ini tidak bisa dijadikan kesimpulan dan tidak bisa dipukul rata semuanya, karena ada faktor lain yang mempengaruhi dan semua tergantung kehendak Allah. Maka wajar jika kita sering berkomentar, "Oo, pantas anak ini seperti ini, orang tuanya lho seperti itu," dan seterusnya.
Prinsip keteladanan menjadi hal yang sangat penting dalam proses penanaman karakter, adanya keselarasan antara ucapan dan perilaku. Perintah orang tua kepada anak, idealnya disertai dengan contoh dari orang tua. Anak lebih cepat merekam perilaku daripada nasehat orang tuanya. Keteladanan ini menjadi jurus ampuh dalam proses penanaman karakter, karena anak melihat sesuatu yang sinkron dari ucapan dan perilaku orang tuanya.
Menjadi sesuatu yang wajib bagi orang tua untuk memperhatikan perilakunya. Jika orang tua ingin anaknya menjadi orang yang jujur, maka harus dipastikan sifat jujur itu bukan hanya sekedar nasehat kepada anak, tetapi disertai contoh orang tua. Jika kita ingin melihat anak patuh kepada orang tua, maka kita harus memastikan bahwa diri kita sendiri adalah orang yang patuh terhadap orang tua. Jika keteladanan belum bisa dilakukan seutuhnya, maka jangan terlalu menuntut kepada anak agar sesuai dengan keinginan orang tua.
Hal yang sama juga berlaku dalam proses pembiasaan ibadah. Jika kita menyuruh anak untuk mengaji, maka pastikan kita juga melakukannya. Karena jika kita membersamainya, anak tidak merasa diperintah. Begitu pula dengan perihal pembiasaan sholat, terlebih lagi sholat berjamaah, orang tua selayaknya mengajak dan membersamai anak dalam merutinkan sholat. Selain pemahaman tentang fungsi pentingnya ibadah, konsistensi berkelanjutan dan komitmen yang kuat dalam proses pelaksanaannya sangat diperlukan.
Ada sebuah kalimat menarik yang disampaikan oleh Teteh Ninih (istri Aa Gym), "Bila sudah terlihat gejala sikap tidak manis yang ditampakkan oleh anak, seperti berbohong, membantah, susah diatur dan sikap tidak baik lainnya. Berarti hal tersebut merupakan sinyal dari Allah untuk kita sebagai orang tua untuk perbanyak taubat, istighfar dan tafakur serta meminta maaf pada anak." Nasehat ini mengajak kita untuk introspeksi diri. Jika ada yang tidak beres dalam diri anak, orang tua tidak terlalu menyalahkan anak. Tetapi, orang tua juga ikut andil dalam perilaku yang tampak dari anak.
Ada satu hal yang perlu digarisbawahi dalam proses penanaman karakter. Bahwa semua yang kita lakukan adalah bentuk ikhtiar. Dalam perjalanannya, setiap orang tua mempunyai cerita yang berbeda-beda. Barangkali ada orang tua yang sudah berusaha memberi teladan, ternyata anaknya belum seperti yang diharapkan. Ada juga anak baik yang berasal dari keluarga yang bermasalah atau banyak lagi ragam cerita yang lain. Sehingga menjadi penting bagi kita untuk mengembalikan semua upaya itu kepada Allah. Menyadari bahwa Dialah yang paling mempunyai hak untuk mengubah perilaku anak kita menjadi baik.
Allah adalah penentu utama yang membolak-balikkan hati manusia. Hal ini bisa kita lihat dari kisah para Nabi terdahulu yang menguatkan kita bahwa Allah-lah yang berhak memberi hidayah. Sebagai contoh, Ayah dari Nabi Ibrahim bukanlah seorang Nabi, tetapi anak cucunya adalah seorang Nabi. yaitu Nabi Ibrahim, Ismail dan Ishaq. Nabi Nuh adalah utusan Allah, tetapi anak istrinya tidak mengikuti ajaran Beliau.
Begitu pula Nabi Luth yang istrinya tidak beriman. Fir'aun yang dengan sombongnya mengaku Tuhan, mempunyai istri yang beriman bernama Asiyah. Abu Thalib, Paman Rasulullah. Beliau yang merawat Nabi dan sangat dekat dengan Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi hingga akhir hayatnya, Abu Thalib belum memeluk agama islam. Berbeda lagi dengan Nabi Yusuf. Beliau berasal dari garis keturunan Nabi, Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Manusia-manusia pilihan yang diabadikan dalam sejarah memberikan bukti kepada kita bahwa pelajaran iman dan pemahaman agama merupakan bentuk ikhtiar tetapi yang berhak memberi hidayah adalah Allah subhanahu wa ta'ala semata.
Jika kita menyadari bahwa yang memberi hidayah adalah Allah. Setiap yang terjadi pada anak kita semuanya atas izin Alah. Maka doa menjadi pelengkap ikhtiar kita agar anak-anak kita menjadi sholih-sholihah, bahagia dan sukses. Mintalah kepada Allah agar anak-anak kita senantiasa dilindungi oleh Allah dan mendapatkan keberkahan hidup. Doa adalah senjata bagi orang beriman, senjata yang menembus dimensi ruang dan waktu. Doa memunculkan harapan dalam diri, memberikan rasa optimis untuk menggapai sesuatu yang terasa mustahil. Menimbulkan rasa yakin atas firmanNya,