Lihat ke Halaman Asli

Sultan Sulaiman

Seorang Buruh Negara

Awas Narkoba Masuk Desa!

Diperbarui: 7 Februari 2020   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Awas Narkoba Masuk Desa, merupakan tagline yang dipopularkan oleh Badan Narkotika Nasional, khususnya Deputi Pencegahan sejak tahun 2018. Bersama Direktorat Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri RI, Deputi Pencegahan BNN RI menyusun buku saku Awas! Narkoba Masuk Desa sebagai implementasi dalam mewujudkan Desa Bersih Narkoba (Bersinar) di seluruh Indonesia. Seperti yang disebut dalam pengantar Dirjen Bina Pemdes, buku ini juga sebagai langkah awal dalam menggelorakan Gerakan Anti Narkoba dari desa sekaligus merespon pernyataan Presiden Jokowi untuk Perang Melawan Narkoba!

Paradigma peredaran gelap narkoba selama ini dianggap hanya masyhur di kota. Padahal nyatanya, desa, khususnya di daerah pesisir dan perbatasan menjadi pintu masuk. Bahkan desa disinyalir menjadi tempat penyimpanan barang terlarang tersebut. Beberapa temuan BNN menyebut bahwa posisi desa sama berbahayanya dengan wilayah perkotaan. Apalagi, ada dugaan bahwa peredaran gelap narkoba di desa melibatkan jaringan lintas negara. Para pelakunya mereka yang sering wara-wiri ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), jelas ini oknum, namun jumlahnya sudah mulai menjamur di mana-mana. Akhir 2019, Aparat Gabungan BNN Polri, di Sulawesi  Barat meringkus dua pengedar narkoba dari Malaysia. Keduanya TKI dengan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu seberat 557 gram. Angka yang lumayan besar untuk ukuran Sulawesi Barat. 

Per Mei 2019 jumlah desa di Indonesia 74.950 desa dan 8.479 kelurahan. Andai seluruh desa bergerak dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba maka celah penyalahgunaan dan peredaran gelap tertutup rapat. Apakah ini berarti BNN sedang membuang bola panas? P4GN yang harusnya menjadi tugas pokok dan fungsinya justru diserahkan kepada lembaga lain. Jawabannya tidak, sebab BNN mendorong pelaksanaan Undang-undang No 35 tentang Narkotika. Dalam muatan Pasal 104-107, dipaparkan tentang Peran Serta Masyarakat. Bahwa masyarakat mempunyai peluang seluas-luasnya untuk berperan, memiliki hak dan tanggung jawab, mencari, memperoleh, memberikan informasi, memperoleh pelayanan, menyampaikan saran dan pendapat, memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan, memperoleh perlindungan hukum, dan melaporkan jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap narkoba dan prekursor narkotika.

Peluang desa untuk berkontribusi sangat terbuka, apalagi bejibun gelontor dana desa telah masuk ke kantong-kantong desa. Dalam lampiran Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 (hal 57, 67-68), Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba masuk dalam salah satu poin program prioritas. Dana Desa bisa digunakan untuk upaya P4GN di desa. Bisa melalui kegiatan keagamaan, penyuluhan/sosialisasi/seminar tentang bahaya narkoba, kegiatan seni budaya, kegiatan pola hidup sehat melalui olahraga, pelatihan relawan/penggiat/satgas anti narkoba, diseminasi informasi melalui sarana media komunikasi dan informasi, dan hal-hal lain yang inovatif dalam rangka mewujudkan Desa Bersih Narkoba (Bersinar).

Hanya saja, meski itu prioritas menurut peraturan dan undang-undang, tapi belum tentu prioritas bagi kebanyakan Kepala Desa di Tanah Air. Saat melakukan konfirmasi ke dinas desa di wilayah kami, ada kecenderungan bahwa program ini dilupakan. Kebanyakan kepala desa fokus pada pembangunan infrakstruktur desa sebab itu yang terlihat dan jadi primadona masyarakat. Kepala desa yang kelihatan bangunan fisiknya punya modal kuat terpilih lagi pada periode selanjutnya. Itu salah satu penyebab program P4GN dipandang sebelah mata. Selain pula bahwa program P4GN sepertinya tak terlalu kelihatan "duitnya", beda dengan jalan, jembatan, saluran air, dan segala macam infrakstruktur yang popular di desa-desa.

Namun demikian, kita patut pula mengapresiasi 76 desa adat di Bali yang membuat perarem. Perarem semacam hukum adat yang memberikan sanksi sosial bagi pengguna dan pengedar narkoba. Ini sekaligus mengantarkan Bali sebagai salah satu provinsi paling resisten terhadap narkoba di Indonesia. Bali telah menciptakan satu ekosistem masyarakat yang mempunyai daya tangkal terhadap narkoba.

Bagaimana desa lain? Ke depan, kerja-kerja P4GN semakin kompleks. Tantangan jelas semakin beragam. Kita sebagai bangsa menghadapi gempuran peredaran gelap narkoba dari luar yang luar biasa masif. Narkoba telah menjadi senjata perang untuk menghabisi sebuah bangsa dan negara. Indikasinya semakin nyata, jika tak segera bertindak maka generasi penerus jadi taruhannya. Kalau bukan sekarang kapan lagi?(*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline