Lihat ke Halaman Asli

Sultan Rafly

Mahasiswa

Tapera: Beban atau Solusi?

Diperbarui: 15 Juli 2024   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah salah satu kebijakan terbaru yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Dengan tujuan meningkatkan akses perumahan bagi masyarakat,Tapera mengharuskan potongan gaji sebesar 3 persen untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan swasta. Namun, kebijakan ini telah menimbulkan berbagai reaksi, baik dukungan maupun kritik, di kalangan masyarakat.

Salah satu poin utama yang menimbulkan ketidakpuasan adalah potongan gaji sebesar 3 persen yang wajib disisihkan untuk Tapera. Banyak pekerja merasa bahwa potongan ini memberatkan, terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan terbatas. Meskipun niat kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kepemilikan rumah, dampaknya terhadap penghasilan individu tidak bisa diabaikan. Banyak yang bertanya, apakah ini saat yang tepat untuk menerapkan kebijakan seperti ini?

Selain potongan gaji, masalah transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Tapera juga menjadi sorotan. BP Tapera diharapkan mengelola dana ini dengan transparan sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG). Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana yang mereka simpan dikelola dan digunakan untuk pembiayaan perumahan. Keterbukaan ini penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap program ini. Tujuan utama dari Tapera adalah memberikan manfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah pertama. Program ini mencakup Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar. Namun, ada kekhawatiran bahwa akses terhadap manfaat ini tidak merata dan hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil peserta.

Untuk memastikan dana Tapera dikelola dengan baik, diperlukan pengawasan ketat dari Komite Tapera, Otoritas Jasa Keuangan, serta Badan Pemeriksa Keuangan. Pengawasan ini penting agar dana yang dikumpulkan benar-benar digunakan sesuai tujuan awalnya dan tidak disalahgunakan. Kebijakan Tapera memang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kepemilikan rumah di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, tanpa evaluasi dan perbaikan yang kontinu, kebijakan ini berisiko menjadi beban tambahan bagi pekerja. Pemerintah perlu mendengarkan keluhan dan masukan dari masyarakat untuk memastikan kebijakan ini dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan adil bagi semua.

Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat dan melakukan evaluasi lebih lanjut terkait implementasi kebijakan Tapera. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat harus menjadi prioritas agar program ini dapat berjalan dengan efektif. Semoga kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan untuk memiliki rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline