Rikard Akara masih asyik memainkan tangannya di atas layar handphone ketika telepon di mejanya berdering. Kali ini sudah ketiga kalinya telepon kabel tersebut berdering, seperti menjerit memanggil-memanggil Rikard. Detektif muda lulusan akademi kepolisian luar negeri ternama itu masih acuh dan terus memainkan handphone barunya itu.
Tiba-tiba ada suara ketokan yang berasal dari pintu ruang kerjanya.
"Selamat siang Pak," seorang perempuan muda dalam balutan seragam polisi berdiri tegap di pintu menunggu aba-aba selanjutnya dari sang detektif.
"Masuk." Suara perintah yang tegas keluar dari mulut sang deteketif yang diam sedari tadi.
Petugas polisi itu pun bergerak maju dengan langkah tegap. Setelah memberi hormat, polisi ini memberikan laporan.
"Lapor Pak," kata petugas ini dengan suara yang lembut tapi tegas.
"Ada penemuan korban pembunuhan di sebuah apartemen mewah di pusat kota. Ini kasus pembunuhan," kata polisi yang bernama Lestari ini sambil menyerahkan map plastik berwarna hijau ke tangan detektif Rikard. Setelah itu dia pun pamit dan berbalik meninggalkan detektif Rikard bersama map hijau tersebut.
Map berisi data-data pembunuhan itu kini sudah berada di tangan detektif yang terkenal karena kecepatannya dalam mengungkap kasus-kasus pembunuhan. Di kalangan rekan sejawatnya, detektif Rikard memang brilian dalam menganalisa kasus dan membuat penyelidikan hingga mengungkap pelakunya.
Detektif muda ini juga memiliki kemampuan unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Setiap kali dia menyentuh mayat korban pembunuhan, dia bisa melihat 24 jam terakhir kehidupan korban. Kemampuan ini membuatnya menjadi detektif yang tidak tertandingi.
Setelah membaca sepintas data-data dalam map hijau tersebut, detektif Rikard langsung berdiri dari kursinya lalu keluar ruangan dan bergegas ke tempat kejadian perkara. Setengah jam kemudian, detektif Rikard sudah berada di sebuah apartemen mewah yang menjadi tempat pembunuhan.