Lihat ke Halaman Asli

Sultani

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas

Koleksi Parfum "NISSAN": Dari GTR Sampai Patrol

Diperbarui: 30 Juni 2024   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi parfum Nissan GTR (Dokumentasi pribadi)

Rekomendasi parfum lokal? Terus terang saya tidak bisa melakukannya dengan baik karena saya bukan penyuka fanatik parfum. Pengetahuan saya tentang parfum sangat sedikit, karena membelinya pun terbatas dan cukup untuk memenuhi syarat mengharumkan badan saja. Alih-alih memberi rekomendasi parfum lokal, pengetahuan untuk membedakan parfum lokal dengan parfum luar saja benar-benar nihil. Dari brand atau merek, kemasan, harga, hingga aromanya saya benar-benar kosong pengetahuannya.

Saya hanya sebatas penyuka parfum. Bukan karena kegilaan pada merek atau aromanya. Bukan juga karena harganya yang ramah kantong. Saya hanya suka saja. Kalau dibuatkan rerata, posisi rasa suka saya itu persis di angka 5 dalam rentang 1-10. Kalau ada lebih atau kurang, mungkin hanya tambah satu angka ke kanan dan satu angka ke kiri.

Pola kesukaan terhadap parfum tersebut tidaklah mutlak. Bisa meleset sama sekali karena satu dan lain hal. Penggambaran pola tersebut hanya berlaku kalau memang lagi niat beli parfum, ada duitnya, ada barangnya, dan "mestakung" alias semesta mendukung.

Namun, dari level kesukaan parfum yang pas-pasan itu, saya ternyata punya kebiasaan yang unik dalam membeli parfum. Saya selalu menyukai sesuatu yang unik. Saya suka dengan brand yang lain daripada yang lain. Bukan brand terkenal. Keunikan tersebut biasanya terkoneksi langsung dengan hobi atau kesukaan lain yang menjadi favorit saya.

Saya ketika beli parfum tidak punya orientasi yang jelas dalam memilih merek. Merek apa saja asal aromanya sesuai dan harga terjangkau langsung bungkus. Makanya setiap balik lagi, saya pasti lupa merek dan aromanya. Begitu sampai di toko parfum saya cuma bisa minta pelayannya semprotin sampel parfum ke kertas yang tersedia untuk dicium-cium aromanya.

Kalau cocok langsung bungkus. Kalau belum cocok, ama pelayannya disodorin biji kopi dalam toples keci, disuruh membauinya dulu untuk menetralisir aroma parfum yang masih menempel di hidung. Pola belanja seperti ini yang membuat saya tidak bisa fanatik dengan brand atau aroma parfum.

Tergoda Aroma NISSAN

Ada satu pengalaman yang agak berbeda ketika musim covid lagi ganas-ganasnya antara tahun 2020-2021. Ketika momentum pelonggaran aturan pembatasan kegiatan bepergian saya sempatin main ke Senayan Trade Center (STC) tempat saya biasa hunting diecast miniatur mobil seperti Hot Wheels dan Matchbox. Berhubung banyak toko yang masih tutup, saya susuri satu per satu gang yang memisahkan ruang-ruang toko yang tertutup.

Sampailah saya di salah satu toko yang lampunya menyala. Ternyata ini toko parfum. Mampirlah saya buat sekadar ngobrol dengan penjualnya. Tokonya lumayan besar, dan koleksi jualan parfumnya tertata rapi di lemari yang berjejer di semua sisi temboknya. Termasuk lemari panjang yang membatasi saya dengan penjual tadi. Setelah tanya sana-sini, belum ada mood buat beli parfum saat itu.

Mata saya tetap mengamati setiap koleksi parfum yang tersimpan di balik lemari kaca yang ada di belakangnya. Semua merek yang saya baca sama saja dengan koleksi toko-toko parfum yang pernah saya kunjungi. Merek-merek terkenal seperti Bulgari, Hugo, Davidoff, Jaguar, dan yang lainnya paling dominan dalam lemari tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline