Cerita haji 2024 untuk jamaah calon haji sudah dimulai dengan dimulainya proses pemberangkatan rombongan haji yang dibagi berdasarkan kelompok terbang (kloter) berdasarkan kota embarkasi di seluruh Indonesia.
Kebetulan tahun ini Bapak Saya mendapat panggilan Allah untuk berkunjung ke Baitullah. Beliau usianya sudah mencapai 79 tahun, tapi Alhamdulillah kondisi fisik dan kesehatannya masih prima sehingga diizinkan oleh pemerintah untuk berangkat. Mereka merupakan rombongan dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dengan embarkasi Surabaya. Dari kampung saya, yang berangkat haji tahun ini dua orang, yaitu Bapak dan tante dari Ibu.
Seharusnya bertiga dengan ibu saya, namun beliau lebih dulu dipanggil Allah tahun 2016. Tapi beliau langsung di di-ba'dalin haji tahun depannya. Jadwal keberangkatan mereka dari Maumere ke Surabaya tanggal 3o Mei, lalu Surabaya-Jeddah tanggal 2 Juni kemarin. Artinya saat ini rombongan Bapak sudah berada di Jeddah.
Sekarang ini, jumlah jamaah calon haji untuk Kabupaten Sikka semakin banyak, karena ada jamaah yang hanya menumpang daftar untuk menjadi warga Kabupaten Sikka untuk mendapat jatah keberangkatan ke tanah suci lebih cepat. Karena jumlah umat Islam di sini masih sedikit sehingga waiting listnya tidak terlalu lama seperti di daerah-daerah yang umat Islamnya mayoritas. Kehadiran orang-orang baru ini lalu membuat daftar tunggu keberangkatan terus bertambah panjang. Orang tua saya saja daftar dari tahun 2013 baru berangkat tahun 2024.
Menurut cerita saudara-saudara di kampung, sejak tahun 2000-an mulai muncul warga baru yang mendaftarkan diri sebagai warga kabupaten Sikka. Setelah mendapat KTP dan mendaftar haji, mereka langsung pulang ke kampungnya lagi. Kehadiran orang-orang seperti ini lalu membuat umat Islam dari Kabupaten Sikka bertambah secara signifikan. Salah satu efek dari penambahan itu adalah tertundanya waktu keberangkatan hingga puluhan tahun lamanya.
Cerita haji 2024 cukup sampai di situ. Sekarang, saya ingin bercerita tentang sebuah tradisi unik di kampung ketika masih anak-anak sekitar akhir tahun 70 hingga pertengahan tahun 80.
Saat itu tentunya kesempatan untuk berhaji masih sangat terbatas, sehingga setiap tahun paling banyak mungkin 10 orang untuk jatah 1 kabupaten. Pertama, karena secara kuantitas, jumlah umat Islam di tempat saya memang masih sedikit. Kedua, keadaan ekonomi masih menjadi kendala umat Islam di kampung saya. Ketiga jamaah calon haji yang daftar adalah orang asli.
Dengan kondisi tersebut maka orang-orang yang bisa berangkat haji ke Mekkah dianggap memiliki kelebihan ekonomi dan akan mendapatkan kedudukan sosial terhormat di kampung. Kebetulan, setiap tahunnya yang mendapat kesempatan untuk haji adalah kakek-nenek dan kerabat-kerabatnya. Sudah pasti setiap perjalanan jauh pasti punya cerita yang berkesan. Dan cerita-cerita inilah yang paling banyak ditunggu oleh kaum kerabat yang ditinggalkan di kampung.