Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 sudah didesain akan diselenggarakan secara langsung dan serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di seluruh Indonesia.
Ini merupakan perhelatan kontestasi politik lokal yang fantastis karena berlangsung secara masif di 545 daerah otonom pada waktu yang bersamaan.
Pilkada 2024 akan menjadi catatan pertama dalam sejarah tentang keberhasilan pemerintah memobilisasi semua pemilih di seantero negeri untuk berpartisipasi memberikan suara untuk menentukan pemimpin mereka ke depan.
Di balik gempita Pilkada 2024 tersebut hadir juga calon-calon kepala daerah yang akan bertanding untuk mendapatkan dukungan terbesar dari rakyat supaya bisa meraih jabatan tertinggi di daerahnya, yaitu gubernur, bupati, atau walikota.
Agar bisa menghasilkan kepala daerah yang berkualitas, partai politik telah menjaring tokoh-tokoh lokal potensi untuk diadu di laga pemilihan yang puncaknya akan terjadi pada 27 November.
Dalam proses penjaringan calon kepala daerah inilah perhatian masyarakat terpusat kembali pada calon-calon yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah petahana karena fenomena ini kerap muncul dalam pilkada.
Para calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana inilah yang biasa mewarnai isu dinasti politik dalam pilkada selama ini.
Apakah kandidat Pilkada 2024 masih akan diwarnai dengan dinasti politik? Menurut saya, iya. Karena calon kepala daerah yang akan bertarung nanti pasti ada yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kapala daerah petahana. Masuknya calon kepala daerah berlatar dinasti politik ini kebanyakan melalui partai politik.
Proses seleksi calon yang akan diusung adalah hak prerogatif partai. Pada titik yang sama, partai sebagai pemegang kunci dalam proses seleksi calon juga memiliki motif untuk menjadi pemenang dalam pilkada.
Dalam konteks memenangkan calon, parpol akan menyelaraskan potensi kandidat dengan kepentingannya dalam pilkada.