Relasi mertua menantu tidak bedanya seperti relasi anak dengan orangtua karena kedudukan keduanya sama saja bagi kita dengan pasangan kita. Mertua adalah orangtua bagi menantu, begitu juga sebaliknya menantu adalah anak bagi mertua. Karena itu relasi keduanya harus terbangun secara simetris tanpa kendala yang berarti.
Tetapi? Ya, tetapi banyak tetapinya kalau dalam realitas. Tidak semua relasi mertua menantu bisa berjalan mulus penuh kasih sayang layaknya anak kepada orang tua, atau orang tua kepada anak.
Ada keluarga yang menantunya dinilai keras kepala, songong, malas, atau egois. Ada juga yang sebaliknya, menantu memandang mertua sebagai manusia kolot, gila hormat, suka gibahin menantu, egois, dan otoriter.
Penilaian-penilaian negatif atau stereotipe dalam relasi mertua menantu ini hanya pendapat pribadi saya yang saya acu dari cerita-cerita teman atau saudara, membaca, atau mendengar konsultasi di media. Menurut saya tidak semua benar, dan tidak semua salah. Semua ada salah dan benarnya.
Saya tidak akan menilai sejauh mana penilaian-penilaian subyektif saya tersebut benar atau salah. Saya hanya mau menceritakan beberapa pengalaman saya dalam relasi dengan mertua saya, baik yang laki-laki maupun perempuan.
Menurut saya keduanya adalah mertua yang ideal, mertua yang mampu bersikap adil dalam memperlakukan saya dengan istri sama-sama sebagai anak.
Mertua laki atau bapak mertua adalah seorang pensiunan kepala desa di salah satu desa yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Pertama kali ketemu beliau sekitar akhir tahun 1990 saat masih pendekatan kepada anaknya. Kesan saya waktu itu, bapak dari calon pacar saya orangnya serius, agamis, dan pendiam.
Ketika pacaran, intensitas pertemuan kami sangat jarang, karena lokasi tempat tinggal yang berjauhan. Waktu itu calon mertua tinggal di Tasik dan Kuningan sementara saya di Depok. Kami hanya ketemu kalau beliau ke Bekasi, ke rumah anak sulungnya.
Setelah saya menikahi putrinya, pertemuan kami mulai intens karena mertua berdua selalu wara wiri dari Kuningan ke Bekasi, lalu ke Depok. Mereka kalau ke Depok tidak lupa membawa oleh-oleh kesukaan kami, yaitu opak, rengginang, dan ikan tawes. Untuk ikan tawes, bapak mertua memang sengaja bela-belain untuk mengolahnya terlebih dahulu sehingga begitu sampai di Depok langsung bisa digoreng.
Karena masih pengantin baru, waktu bercengkerama kami lebih banyak. Beliau suka ngariung atau ngobrol sambil berkumpul di ruang tamu atau ruang keluarga.