Sebanyak 22,4 persen mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) terdeteksi mengalami gejala depresi. Dari jumlah ini, sebanyak 0,6 persen di antaranya mengalami gejala depresi berat; 1,5 persen dengan depresi sedang-berat; 4 persen depresi sedang; dan 16,3 persen dengan gejala depresi ringan.
Gejala depresi ini terungkap dari data Kementerian Kesehatan berdasarkan hasil penapisan atau skrining kesehatan jiwa PPDS di 28 rumah sakit vertikal pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Skrining dilakukan pada 12.121 PPDS dengan menggunakan kuesioner Patient Health Questionnaire -9
Masih adanya perundungan dalam PPDS di sejumlah perguruan tinggi Indonesia merupakan masalah serius yang dapat berkontribusi pada tingginya tingkat depresi di kalangan mahasiswa dari program studi tersebut. Beberapa faktor mungkin menjadi penyebab terjadinya perundungan dan akibatnya, depresi di kalangan mahasiswa kedokteran, termasuk:
1. Hierarki yang Kuat
Kebijakan tradisional dan budaya di beberapa institusi pendidikan kedokteran mungkin memperkuat hierarki yang kuat antara senior dan junior. Hal ini dapat menciptakan lingkungan di mana mahasiswa lebih senior merasa memiliki kekuasaan untuk mendikte atau mengintimidasi mahasiswa junior sebagai bentuk perundungan.
Pengalaman seorang peserta PPDS ortopedi dan traumatologi di salah satu universitas negeri di Yogyakarta yang mengalami depresi karena selalu dirundung oleh para seniornya. Sejak semester awal, dia sudah mendapat perundungan dari yang ringan hingga berat. Misalnya, dia dan dokter residen lainnya kerap dicaci, dimaki, serta mendapat kata-kata kasar dari senior hanya karena tidak mengangkat telepon atau terlambat membalas pesan singkat Whatsapp lebih dari satu menit.
"Menjadi dokter residen penuh dengan tekanan dari senior dan dokter konsulen. Ketika kami melakukan kesalahan dan senior tidak suka, kami mendapat penghakiman dalam kegiatan yang disebut parade pada sore hari setelah layanan poliklinik tutup pukul 16.00 WIB," ujarnya (Kompas.id, 24/4/2024)
Perundungan yang dialami pada 2019 ini meninggalkan trauma yang berat sehingga peserta PPDS ini akhirnya mengundurkan diri setelah menempuh pendidikan sebagai dokter spesialis selama 4 semester.