Lihat ke Halaman Asli

Sultani

TERVERIFIKASI

Penulis Lepas

Politik Indonesia Era 4.0

Diperbarui: 9 Januari 2024   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: theconversation.com

Politik Indonesia Era 4.0

Oleh: Sultani

          Perhelatan Pemilihan Presiden dan Pemilihan anggota legislatif 2024 sudah berada pada tahap paling krusial sebelum memasuki masa tenang dan hari pemilihan pada 14 Februari 2024. Khusus Pilpres, pola persaingan antarkandidat masih diwarnai oleh gaya kampanye yang serupa dengan kontestasi sebelumnya, yaitu Pilpres 2019 dan 2014. Pola kampanyenya adalah mobilisasi pendengung (buzzer) untuk menyerang lawan di media sosial. Perang udara yang sejatinya sudah berlangsung jauh sebelum masa kampanye terbuka dimulai masih bergema hingga saat ini.

Media sosial merupakan wahana komunikasi warga dunia maya yang terbuka dan masif. Efektivitas media sosial dalam mobilisasi opini menjadi kekuatan yang sering dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Salah satunya adalah kampanye politik. Media sosial sangat efektif untuk melancarkan kampanye negatif (negative campaign) atau kampanye hitam (black campaign).

Mobilisasi konten untuk membentuk opini terhadap sosok tertentu sudah menjadi menu sehari-hari warga net (netizen) pada masa kampanye ini. Media sosial selalu ramai dengan konten-konten yang berisi kampanye yang bertujuan untuk mendiskreditkan kandidat lawan.

Berpolitik dengan media sosial baru populer selama satu dekade ini. Tren politik ini sangat populer di kalangan anak muda terutama generasi milenial dan generasi Z. Tren ini juga menggambarkan sebuah fenomena makro dalam politik kontestasi di tanah air. Politik kita sekarang sudah berada di Era Industri 4.0 yang identik dengan teknologi informasi. Politik yang ditandai dengan merajalelanya gawai sebagai perangkat politik masyarakat adalah identitas Politik Era 4.0.

Penanda Zaman

Sebuah artikel berjudul: "Lain Partai Politik, Lain Pula Strategi Twitnya" yang ditulis oleh wartawan senior Harian Kompas Antony Lee, beberapa waktu lalu cukup menggelitik rasa penasaran saya tentang perkembangan "peradaban" politik nasional kita. Judul itu membawa memori Saya pada satu masa, di mana Saya secara intens pernah mengkaji isu perkembangan peradaban manusia melalui penanda zaman, yaitu revolusi industri. Singkat cerita, saat ini peradaban manusia sudah berada di puncak tertinggi revolusi industri, atau populer dengan sebutan Revolusi Industri 4.0.

Penanda utama yang mengontraskan kondisi sekarang dengan kondisi pada 3 revolusi industri yang sudah berlalu adalah masifnya penggunaan teknologi digital yang membuat aktivitas hidup manusia menjadi semakin praktis dan mudah. Teknologi digital telah mengubah manusia menjadi makhluk yang lebih "privasi" dan individualistik dalam melakukan aktivitas sosial. Manusia hidup dalam ruang pribadinya sendiri meskipun sedang beraktivitas di ruang publik.

Kondisi ini jelas mengubah perilaku, karakter dan kultur manusia secara umum. Orang-orang sekarang ini bisa asyik beraktivitas sendiri dengan gawai di tangannya untuk mengekspresikan diri dalam kehidupan "sosial" mereka. Perilaku "asyik sendiri" ini sudah menjadi pemandangan jamak yang mudah ditemui dari ruang publik hingga ke ruang-ruang privat. Perilaku ini melahirkan karakter mandiri yang berkonotasi positif, tetapi apatis, cuek, atau masa bodo dengan keadaan orang lain atau situasi di sekitar mereka. Karakter ini mencerminkan disrupsi perilaku yang dipicu oleh intervensi teknologi yang massif dan berkesinambungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline