Mochammad Ali Shodiqin (Sultan Ali Bumi)
Selarong Yogyakarta, 21/9-2015
(1) Awalnya, Nusantara adalah negeri bahari yang kaya, damai, maju dan terbuka terhadap setiap agama dan gagasan. Kita adalah bangsa pelaut dan petani, dan bukan bangsa tentara yang fanatik. Tapi, bangsa-bangsa asing yang bertamu kemari mulai bersaing satu sama lain, dan pemenang antar tamu itu mulai berlagak menjadi tuan rumah, dan mulai mendikte kehidupan kita. Hingga perubahan pun terjadilah.
(2) India Hindu dan Cina Budha sudah lama bersaing untuk menguasai jalur pelayaran rempah milik Nusantara, yang dengannya mereka berharap menguasai perdagangan dunia. Saat India menguasai jalur itu dengan menaklukkan Sriwijaya/Palembang di abad ke-11 ditambah masuknya Persia, maka wajah Islam Nusantara menjadi bernuansa Hindu dan Syiah.
(2) Ketika Cina menyerang Singosari/Malang di abad ke-13, ditambah masuknya Turki pada abad 15, maka Islam Nusantara menjadi bernuansa Budha dan Sunni.
(3) Perang Salib pun memasuki perairan Nusantara tahun 1511 ditandai penaklukan Malaka oleh Portugis Katolik, maka Sunni-Syiah Nusantara bersatu mendirikan Walisongo di awal abad ke-16, guna menghadapi kebijakan raja-raja Hindu-Budha Nusantara yang menjalin kerjasama dagang dengan Katolik Portugis (+Spanyol) yang anti Islam. Dan, persatuan Islam Nusantara pun berwajah ganda, yaitu beraqidah dan berfiqih Sunni, namun bertradisi Syiah. Raja-raja Sunni-Syiah Nusantara ini kemudian menjalin kerjasama dagang dengan Inggris dan Belanda, yaitu bangsa-bangsa Protestan yang anti Katolik. Kongsi dagang VOC Belanda, dan EIC Inggris, makin jaya, dan Portugis Spanyol makin lemah. Dan Selat Malaka akhirnya dikuasai oleh Belanda dan Inggris, begitu juga Selat Sunda.
(4) Saat monopoli jalur rempah oleh Belanda dan Inggris itu terjadi di abad ke-17, wajah Islam Nusantara justru terpuruk oleh politik persaingan antar sultan-sultan hingga menjadikan Islam Nusantara saat itu menjadi Islam aliran, yang sempit dan lokalistik. Inggris menjadikan India sebagai pangkalan utamanya, dan Belanda menguasai Nusantara. Gagasan-gagasan pribumi untuk persatuan pulau-pulau Nusantara sebagaimana terwujud oleh Sriwijaya dan Majapahit telah tertutup oleh pertengkaran madzhab.
(5) Wajah Islam Nusantara akhirnya menjadi begini ini setelah adanya Politik Etis Belanda di abad ke-20 dan berdirinya Muhammadiyah serta NU.
Lucu ya? Paham pembaharuan menjadi "agama" baru bagi Nusantara, yang ditandai dengan diberlakukannya "huruf Latin", "politik kepartaian", dan itu, modus-modus sedekah trans nasional guna membangun sekolah-sekolah aliran dan klinik-klinik aliran yang begitu-itu. Intinya, Nusantara telah berhasil dijadikah sapi perahan mereka. Kepala kita dipusingkan dengan perang wacana aliran antara Wahabi, Syiah, Demokrasi, dan lain-lain, yang semuanya itu hanya cara untuk melupakan kita pada PERSATUAN NUSANTARA.
Maka, kalau lihat mereka kisruh Timur Tengah itu lucu ya. Kita harus membuat model sendiri, yaitu ISLAM NUSANTARA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H