Lihat ke Halaman Asli

Sultan Alam Gilang Kusuma

Penulis dan Researcher

Logika Tarkul Ma'ashi dan Rudal 'Nyasar' Polandia

Diperbarui: 19 Mei 2023   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumhttps://mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-202984185/17-fakta-menarik-gus-baha-dari-pakar-tafsir-uii-yogyakarta-hingga-diprediksi-

Sepulang kuliah beberapa waktu lalu, saya berpapasan dengan bapak-bapak paruh baya yang sedang menenteng tas pancingan dan hasilnya. Lantas kemudian saya sapa karena penasaran dengan hasil pancingan yang didapatnya hari ini. 

"Balik mancing darimana pak?" tanya saya sambil mensejejerkan posisi berjalan agar berdampingan. "Habis mancing di Situ Gintung, ini mau pergi apa pulang kuliah?" jawab dan tanya-nya sekaligus. 

"Mau pulang pak, kayaknya searah. Dapet berapa banyak hari ini" tanya saya lagi. "Dua ekor, mujaer semuanya" jawabnya. "Wah enak dong nih, malem dirumah bakal makan ikan mujaer goreng" ujar saya padanya sambil tertawa.

Menyahuti  candaan saya, lantas beliau berujar sesuatu yang cukup panjang dan bikin saya sumringah terkagum-kagum. "Alhamdulillah, supaya anak istri dirumah bisa tetep kenyang dek, nah kebetulan saya lagi nganggur belum ada kerja, daripada saya diem dirumah terus nyusahin istri mendingan saya pergi mancing, bisa nyapa temen, ngilangin stress dan pulang-pulang bawa rizqi biarpun ndak banyak" pungkasnya.

"Lagian walau mancing begini kan perpahala dek, tetap dihitung sama Gusti Allah kaya jihad juga untuk keluarga, daripada dirumah nganggur lalu kepikiran buat ngelakuin hal yang enggak-enggak ya kan" tambahnya lagi bertutur kepada saya.

Sejenak ungkapan bapak ini membawa saya pada sebuah dawuh Gus Baha dalam pengajiannya. Saat itu beliau memberikan notice mengenai logika Ushul Fiqh yang kadang luput dari perhatian banyak orang sehingga ada kesalahan "penalaran" dalam melihat definisi dan makna "ibadah".

Sederhananya begini, menurut Gus Baha, yang disebut sebagai ibadah itu bukan hanya soal mahdoh maupun ghoiru mahdoh, bahkan tidak melakukan kedua-duanya pun dapat dikategorikan sebagai ibadah. Lho? bagaimana bisa ? sebab justru saat berdiam dan melakukan hal-hal yang mubah sehingga membuat kita meninggalkan perbuatan yang masuk dalam kategori maksiat, dan itu tentu bernilai sama dengan ibadah. Inilah yang menurut Gus Baha dinamakan logika Tarkul Ma'ashi.

Contoh mudah, saat misalnya kita begadang dan tidak bisa tidur, dalam kondisi seperti itu kita tidak melakukan ibadah baik itu Tahajjud, Witir, atau sekadar Wiridan melainkan merokok sambil nangkring di poskamling hingga menjelang subuh tiba. Sepanjang terjaga itu, tidak satupun perbuatan maksiat besar kita lakukan sehingga nangkring di poskamling itu dapat disebut sebagai Tarkul Ma'ashi alias meninggalkan dosa maksiat.

Beliau mengambil contoh tentang Qunut Subuh, dimana banyak kalangan berbeda pendapat disebabkan oleh awalnya praktik ini pernah dilakukan Nabi SAW lantas ditinggalkan karena tidak lagi dibutuhkan. Gus Baha berujar "Apakah sesuatu yang dilakukan hanya sekali oleh Nabi lantas tidak disebut sebagai Sunnah? lantas bagaimana dengan Qodho Shalat yang juga tidak dilakukan terus menerus oleh Nabi ?".

Sampai disini, beliau menyimpulkan bahwa Sunnah pada akhirnya harus didefinisikan dengan lebih sempurna tanpa menegasikan apapun, yaitu sesuatu yang dikerjakan ataupun ditinggalkan Nabi itu adalah Sunnah, sebab meskipun hanya sekali dilakukan ia akan tetap dianggap sebagai Sunnah ilaa yaumil qiyamah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline