Lihat ke Halaman Asli

Sulkhan Zuhdi

Pebelajar Filsafat

Laki-Laki Feminis, Mampukah?

Diperbarui: 1 Juli 2020   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mampukah Laki-laki menjadi Feminis?

Apa lelaki bisa jadi seorang feminis? Pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Ideologi feminisme sendiri, seperti ideologi lainnya tidak pernah bersepakat pada dirinya sendiri. Sekalipun masih berumur pendek, ragam aliran feminisme bejibun jumlahnya.

Lantas, ada upaya infiltrasi dari para lelaki, dalam arti biologis, untuk ikut meramaikan gelaran paham kritis yang disebut memperjuangkan kesetaraan ini.

Sebagian orang menyebut fenomena ini sebagai bentuk dukungan dan patut diapresiasi, namun tak sedikit pihak menganggap hal ini sebagai bentuk infiltrasi yang bisa jadi meracuni gerakan feminisme dengan bias-bias patriarki atau istilah bekennya toxic masculinity.

Sebagai seorang laki-laki, saya sendiri seringkali mengalami perasaan dilematis tatkala mempelajari sekaligus ikut dalam beragam aksi dan projek kesetaraan yang mengatasnamakan paham feminisme.

Timbul perasaan dalam diri, apakah saya benar-benar memperjuangkan kesetaraan? Atau perilaku yang saya jalani sekedar kamuflase untuk bertahan ( survival of the fittest).

Hari ini mempelajari feminisme adalah tren. Menyebut diri sebagai seorang feminis adala cara agar diri tetap eksis bahkan dianggap progresif.

Men in Feminism

Kita mengenal beragam istilah yang merujuk pada makna lelaki feminis, sepeti male feminist, femmeninism, laki-laki baru dan istilah-istilah serupa. Lelaki (mungkin) bisa jadi feminis karena feminisme tak ubahnya kacamata berpikir atau ideologi. Oleh karena itu, apabila lelaki memakai kacamata pemikiran para feminis, maka otomatis ia akan menjadi seorang feminis pula.

Namun, nyatanya tak semudah itu.

Meneroka jauh ke dalam, feminisme berarti gerakan sosial, politik dan ideologi yang bertujuan menciptakan kesetaraan gender. Asumsinya, ketidakadilan berakar pada masyarakat yang mengunggulkan lelaki ketimbang perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline