Pengalaman pahit bangsa ini dalam menghadapi kondisi krisis ekonomi 1997-1998 membuat ingatan saya kembali pada masa 16-17 tahun yang lalu. Saya termasuk generasi hits 80-90 yang terimbas juga oleh “krisis moneter” waktu itu. Di masa awal krisis, medio Juli 1997, perusahaan saya menyelenggarakan satu hajatan besar, memberangkatkan 1000 karyawannya berwisata ke pulau Seribu dengan naik kapal mewah, “Awani Dream”
Menjelajahi bagian dalam kapal, seolah kita dibawa ke alam mimpi. Aneka hiburan tersedia dalam satu tempat, musik, movie, food dan jenis tontonan lain yang tidak biasa. Kamar penumpang pun didesain layaknya hotel berbintang, sangat nyaman. Pengalaman dua hari di kapal mewah tersebut menyisakan suka yang dalam, dan semua penumpang tidak menyadari akan datangnya duka berkepanjangan setelah itu.
Sepulang dari acara “Tour Awani Dream”, gonjang-ganjing krisis mulai terdengar. Nilai tukar rupiah mulai tidak stabil, harga elektronik meroket tajam mengikuti harga kebutuhan pokok. Saya yang belum paham betul apa arti krisis ekonomi hanya banyak mendengar dari keluhan pimpinan perusahaan yang memprediksi akan banyak karyawan yang di PHK.
Yang saya ingat dengan baik adalah aplikasi pengajuan kredit elektronik dan furniture di meja kerja saya menurun sangat tajam. Kinerja bagian penjualan mengalami nilai yang tidak biasa, sangat rendah sepanjang tiga tahun masa kerja saya waktu itu.
Menginjak bulan Agustus 1997, datanglah awan gelap itu. Satu persatu dari kami dipanggil pihak HRD untuk menerima “surat cinta” pemberhentian kerja. Setiap hari perasaan was-was selalu ada, menanti kapan giliran untuk menghadap. Belum lagi berita di luaran yang lebih membuat hati deg-degan, campur aduk antara perasaan takut, sedih dan harap-harap cemas. Ditambah oleh informasi penundaan tanggal pencairan gaji. Klop sudah rasa khawatir itu.
Dari sekitar 200-an karyawan, secara bertahap mendapat kado “PHK” dan hingga akhir 1997, sudah lebih dari separuh teman yang mengalami nasib pahit itu. Kondisi perusahaan benar-benar tidak menentu. Saya hanya bisa berharap semoga lolos dari eksekusi itu.
Selama masa krisis, saya, keluarga, dan mungkin banyak orang waktu itu benar-benar harus hidup sangat hemat. Seringkali malah hanya berlauk sambal dan kerupuk, untuk bisa bertahan sampai akhir bulan. Gaji benar-benar tidak mencukupi dengan kondisi kenaikan harga-harga bahan pokok. Jangankan untuk beli barang-barang yang berdasar keinginan, untuk bisa makan tiga kali sehari saja sudah sangat bersyukur.
Belum lagi kondisi Indonesia secara umum. Generasi sekarang yang berumur 20-30 tahun masih belum mengerti apa itu krisis moneter dan dampaknya waktu itu. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 disebabkan oleh dua penyebab utama, yaitu krisis perbankan dan hutang swasta yang melambung tinggi. Terdapat berbagai kelemahan dalam sistem perbankan Indonesia. Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan sejak pertengahan tahun 1980an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Tidak ada hukuman bagi bank-bank yang melanggar aturan dan banyak sekali bank yang sesungguhnya tidak cukup modal (undercapitalized) dibiarkan beroperasi.
Perbankan yang seharusnya menjadi lembaga perantara keuangan guna memastikan sistem keuangan dan perekonomian berjalan secara efektif dan efisien justru menjadi korban langsung krisis akibat neracanya yang tidak sehat. Di sisi lain, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek juga menciptakan kondisi ketidakstabilan. Menurut data Bank Dunia (1998), antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85 persen dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta.
Akibat dahsyat krisis moneter 1997-1998 ;
·Perekonomian Indonesia sudah di ambang kebangkrutan. Produksi macet, tingkat suku bunga meroket, perbankan dan lembaga-lembaga lainnya merosot. Cadangan devisa menipis karena ekspor tersendat, sedangkan kebutuhan impor tidak mungkin di tekan terus, investasi asing langsung maupun tidak langsung hampir berhenti total dan pencairan pinjaman luar negeri yang telah disepakati mengalami penundaan. Sementara itu, inflasi meningkat gila-gilaan, jumlah pengangguran meledak mencapai belasan juta, dan sekitar 49,5 juta orang penduduk Indonesia berada dijurang kemiskinan.
[caption id="attachment_355075" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : seputarforex.com"][/caption]
·Kerawanan sosial timbul dengan cepat, rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya ditandai dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998,yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih besar pada tanggal 13-15 Mei di berbagai daerah, yang menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Di Jakarta saja diperkirakan kerugian bangunan fisik mencapai 2,5 triliun akibat kerusuhan massa, perusakan, pembakaran, penjarahan hingga tindakan asusila.
[caption id="attachment_355076" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : siperubahan.com"]
[/caption]
·Langkah penyelamatan industri perbankan pasca krisis moneter 98 memakan biaya 650 triliun. Untuk BLBI sebesar 225 triliun dan penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan sebesar 425,5 triliun dan bunga obligasi rekap yang masih harus dibayar melalui APBN sebesar 60 triliun hingga tahun 2021. Dan ini menjadi tanggungan rakyat bukan pemilik bank yang telah menerima dana talangan dari pemerintah.
Bercermin dari peristiwa kelam tersebut, saat ini Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia berusaha untuk menjaga kestabilan sistem keuangan, agar hal-hal buruk yang telah terjadi tidak terulang dalam kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia di masa mendatang.
Apa itu Sistem Keuangan,
Sistem keuangan adalah kumpulan institusi dan pasar yang saling berinteraksi dengan tujuan mobilisasi dana dari surplus unit (pihak yang kelebihan dana) ke defisit unit (pihak yang kekurangan dana), dengan menggunakan instrumen keuangan.” Secara sederhana dapat diilustrasikan pada bank, pasar modal, atau lembaga keuangan non bank.
Sistem keuangan merupakan bagian integral dari sistem perekonomian suatu negara. Melalui sistem keuangan ini, pemerintah (melalui usaha perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan non bank) dapat mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Dengan menjaga stabilitas sistem keuangan, akan menciptakan kepercayaan dan lingkungan yang mendukung bagi nasabah penyimpan dan investor untuk menanamkan dananya pada lembaga keuangan, termasuk menjamin kepentingan masyarakat terutama nasabah kecil.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pemilik modal untuk menyalurkan dananya ke bank terkait erat dengan system yang ada. Kondisi saat ini diwujudkan dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan yang memberi rasa aman dan tenang pada masyarakat, sehingga tidak akan menarik dananya secara besar-besaran (rush) seperti yang terjadi pada 1997-1998 lalu.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya Stabilitas Sistem Keuangan
1.Kestabilan sistem keuangan akan membentuk pasar yang sehat, terkontrol dan alokasi dari berbagai sumber daya yang ada dapat dikondisikan secara optimal;
2.Kestabilan sistem keuangan berdampak langsung dengan kesehatan dunia perbankan, dengan sistem keuangan yang stabil dunia perbankan dapat menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat secara maksimal, tentu hal ini juga akan mempengaruhi sektor riil;
3.Dengan stabilnya sistem keuangan akan mempengaruhi perputaran jumlah uang beredar di masyarakat karena sistem keuangan berjalan dengan baik, sehingga inflasi pun dapat dikendalikan;
4.Biaya dari instabilitas sistem keuangan dapat ditekan karena pengaruh dari instabilitas tersebut menyerang langsung sektor keuangan yang mempunyai biaya restrukturisasi yang tidak murah, seperti sektor perbankan; dan
5.Instabilitas sistem keuangan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya krisis moneter, sehingga diperlukan upaya yang maksimal dalam menjaga stabilitas sistem keuangan . Apalagi, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) memberikan pengaruh langsung terhadap stabilitas makro dalam sebuah sistem perekonomian begitu pun sebaliknya. Saat stabilitas makro bergejolak stabilitas keuangan pun akan mendapatkan dampaknya.
Siapa saja yang bertanggung jawab terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
- Otoritas Jasa keuangan
[caption id="attachment_355078" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : penulis.web.id"]
[/caption]
OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan. OJK menjalankan kebijakan mikroprudensial. Lembaga ini didirikan berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011. Dan secara resmi menjalankan tugasnya setelah 31 Desember 2013.
- Bank Indonesia
[caption id="attachment_355079" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : semartistics.blogspot.com"]
[/caption]
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dan mempunyai tugas sebagai berikut :
[caption id="attachment_355092" align="aligncenter" width="239" caption="sumber : chibechan.wordpress.com"]
[/caption]
Arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2014 tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Sedangkan di bidang makroprudensial, arah kebijakan BI diarahkan untuk memitigasi (meringankan) risiko sistemik di sektor keuangan serta pengendalian kredit dan likuiditas agar sejalan dengan pengelolaan stabilitas makroekonomi.
- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
[caption id="attachment_355098" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : dokumen pribadi"]
[/caption]
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004.
Lembaga ini berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya, nilai yang dijamin sebesar dua miliar rupiah. Tugas LPS adalah melaksanakan penjaminan simpanan, melaksanakan penyelamatan bank gagal sistemik dan melaksanakan penyelesaian bank gagal non-sistemik. Dengan adanya LPS ini uang kita yang dijamin sebesar dua milliar rupiah.