tak tik tak tik tik tak tik tak tak tik tik tak,,,,
srrttttt,,,,
ckckckckck,,,kgkgkg,,
jhjegbcagryrkhoiweeyrftabshuug
" Aaaaaaachhhhh,,." Teriakku kesal.
Aku tak tahu apa yang disajikan malam untukku. Hingga saat ketika mentari kembali merunduk pada peraduan tahtanya, aku selalu digelut rindu. Rindu yang saat ketika aku ingin berkata A, ia tak tak segan membelokkan lidahku pada segitiga tak bersiku. Aku bingung dimana kan kutemuai segitiga tak bersiku?. Di hatimukah??aa aaach engkau terlalu tak terdefinisi untuk sekedar membaca rinduku.
Meski begitu aku masih mencoba tenang. Sok sokan menjadi pendamai bagi hatiku sendiri untuk tidak terlalu meluap menghadapi rinduku padamu. Bahkan sampai malam malam entah yang ke berapa, akupun tak tahu bagaimana rinduku akan sampai padamu. Kutawarkan alunan nada sendu rinduku, yang mengalun di bawah rinai dan tempias hujan tuhanmu, tapi saat itu pula tuhan mematikan fungsi telingamu. Hingga akupun hanya dpaat melengang kosong, terpatah oleh nyanyian rinduku yang kelu.
Diantara lelahku, aku masih bergumam mencoba menguatkan diri sendiri lebih tepatnya. Hanya karena satu, ingin menyampaikan risalah rinduku pada empunya. Tapi apa yang terkadang membuatku lelah?. Bahkan tak hanya terkadang, tidak hanya lelah yang menyergapku, tapi protes alamiah rinduku pada tuhan. Mengeapa tuhan tak membiarkan aku menemui muara rinduku?.
Sekilas diantara sesak rasa dan lelahku aku mulai berfikir, rinduku yang tak jua sampai adalah taktik tuhan mendewasakanku. Tuhan tak begitu saja membiarkan rinduku sampai pada muaranya. Karena jika demikian, tidak ada yang dapat aku kisahkan tentang delima rindu kurcaci kecil sepertiku.Iini perwujudan cinta tuhan memanjakan rinduku. Hingga yang demikian dapat mengenalkanku pada oase bujur sangkar rindu yang kutuju.
" Ehmmmm" Aku tersenyum beralih dari garis miring yang saling berhadapan di kehidupanku. Suadah agak sedikit tenang aku berkata pada rinduku, bahwa rindu yang bisa aku temui tak seperti apa yang baru saja aku temui. Berjalanlah hingga kau dapat menemui muara rindumu.
Benar saja, diantara lelah tangisku menegedah pada persujudan penghambaanku, ternyata disinilah rinduku. Di bawah kapak genggam tasbihanku mensucikan namamu. Meski sebenarnya engkau tak perlu lidah, hati dan tindakanku mentasbihkanmu. Disinilah rinduku, saat aku berucap syukur menikmati setiap desahan nafas rinduku.