Pada masa awal kemerdekaan, riwayat didirikanya Partai Nasional Indonesia (PNI) setelah proklamasi kemerdekaan tidak lepas dari pengertian PNI sebagai partai negara dan PNI sebagai partai aliran nasionalis. PNI sebagai partai negara merupakan realisasi gagasan Presiden Soekarno saat itu untuk menyatukan semua aliran politik masyarakat, agar menghindari ketegangan-ketegangan dan pertikaian-pertikaian politik terbuka sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keadaan revolusioner.
Dalam pidatonya tanggal 23 Agustus 1945, Sukarno menekankan bahwa tujuan pembentukan PNI untuk mempertahankan kemerdekaan dan membangun suatu tatanan sosial yang adil. Ide gagasan Sukarno ini ternyata disambut masyarakat dengan atusias. Masyarakat memandang PNI sebagai partainya Soekarno dan Hatta, sehingga layak untuk didukung. Akan tetapi pada kenyataannya kemudian pendirian PNI banyak menemui kendala dan tantangan. Adapun kelompok yang sangat menentang ide pembentukan PNI sebagai partai negara ini datang dari Sutan Syahrir.
Kelompok Syahrir beralasan bahwa pendirian partai negara itu serupa dengan ide partai tunggalnya Hittler dan partai fasis diktator Mussolini. Alasan kedua ialah tokoh-tokoh yang memimpin partai negara adalah pemimpin-pemimpin kolaborator Jepang. Alasan ketiga adalah pertimbangan taktis bahwa pihak luar negeri terutama Sekutu akan menganggap Indonesia sebagai negara buatan Jepang sehingga orang-orang berbau Jepang harus diganti dengan orang-orang anti Jepang.
Akibat oposisi yang radikal dari kelompok Syahrir maka tanggal 1 September 1945, sejak sembilan hari didirikannya, partai negara ini dibubarkan. Memang dalam perkembangan politik berikutnya, terutama masa awal revolusi kemerdekaan, kelompok Syahrir menguat bahkan dapat mengendalikan kebijakan-kebijakan politik negara. Pembubaran partai negara ini ditanggapi oleh golongan nasionalis dengan dingin. Desakan-desakan Syahrir, setelah pembubaran partai negara ini adalah melontarkan ide-ide demokrasi parlementer dan kebebasan berserikat.
Realisasi diwujudkan dengan perubahan sistem pemerintahan presidensiil menjadi sistem pemerintahan parlementer juga diputuskan untuk membebaskan mendirikan partai-partai politik (multi partai). Realisasi ide Syahrir ini tertuang dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 Novemver 1945 tentang anjuran pemerintah untuk pembentukan partai politik. Maklumat ini ditandatangani oleh Wakil Presiden Moh. Hatta. Implikasi dari Maklumat ini adalah bermunculah partai politik yang mencerminkan berbagai aliran politik , antara lain aliran nasionalis, aliran agama, dan aliran marxis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H