Resiko Demokrasi adalah terpilihnya pemimpin buruk karena rakyat yang memilih pemimpin tidak kenal dan tidak tahu bahwa pemimpin yang dipilihnya ternyata buruk.
Jika Februari dianggap sebagai bulan Jatuh Cinta, maka bangsa ini sesungguhnya sedang berada dalam masa Kasmaran . Layaknya orang pacaran, maka yang terlihat adalah suasana yang manis dan indah. Seperti kata Vina Panduwinata .. " ternyata asmara, tak kenal dengan logika.. "
Jadi, meskipun kondisi negara sedang mengalami pelambatan ekonomi banyak orang yang enggan memperjuangkan perubahan. Bahkan banyak orang yang gak peduli dengan perubahan . Setidaknya saya melihat ada dua alasan. Pertama , sekelompok orang tidak ingin berubah karena sudah merasa nyaman dengan kondisi sekarang , sedangkan alasan yang lain keengganan untuk berubah karena tak ingin kehilangan pemimpin yang jadi idolanya. Ini agak spesial. Sebab, mereka sadar bahwa kondisi sekarang ini memang tidak lebih baik, tetapi tak ingin ada pergantian rezim. Kelompok kedua ini yang saya sebut sebagai kelompok gelap mata.
Sementara itu, ada juga kelompok orang yang apatis dan frustasi dengan kondisi dan sistem politik yang ada. Mereka merasa sangat kecil kemungkinan ada perubahan sistem yang lebih baik dinegeri ini, sehingga mereka memilih golput. Disisi lain bisa difahami, sebab untuk menjadikan perubahan sistem politik yang lebih baik ini memang seperti masuk dalam lingkaran setan.. Bahkan ada pemeo yang mengatakan bahwa seseorang yang awalnya berjiwa malaikat, ketika masuk kes sistem politik justru berubah menjadi setan.
Karena demokrasi negeri ini menganut sistem multi parpol, maka jalan satu-satunya untuk merubah sistem adalah bersaing menguasai kursi legislasi dengan cara mendirikan partai politik dan ikut serta sebagai peserta Pemilu. Nah.. pola pikir inilah yang melandasi yang dulu melandasi berdirinya PKS. Mereka bermaksud untuk merubah sistem politik negara ini dengan mendirikan parpol dan masuk ke gedung DPR tingkat Pusat dan tingkat daerah. Namun, yang terjadi kemudian PKS justru terperosok dalam jeram korupsi.
Alasan yang serupa sekarang digaungkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI ). Partai yang mencoba mencitrakan diri sebagai partai generasi millenial, karena pengurusnya terdiri dari anak-anak muda. Kita berdoa saja, semoga endingnya berbeda, karena kita nggak ingin anak-anak muda yang penuh semangat ini nantinya justru terperosok dalam kubangan korupsi. Jika itu terjadi, maka mengutip sepotong ungkapan Jusuf Kalla sebelum jadi Wapres.. " Mau jadi apa negeri ini ? Bisa hancur negeri ini.. ".
Dalam buku " Sisi Gelap Dana Parpol " (2014) , saya tulis bahwa salah satu upaya menekan korupsi adalah dengan menutup beberapa celah yang dimungkinkan menjadi peluang korupsi. Salah satunya adalah memandirikan parpol, sehingga pemerintah tidak perlu lagi memberikan bantuan dana operasional parpol. Parpol harus mandiri dan biaya mereka dapat ditopang dari Badan Usaha Milik Parpol. Selain menutup salah satu celah yang dimungkinkan menjadi sarana korupsi, pendirian BUMP juga dapat meningkatkan posisi tawar dari parpol sebagai representasi dari pembawa aspirasi rakyat kepada pemerintah.
Tapi untuk menuju kesana perlu ada perubahan Undang-Undang Politik. Permasalahannya sebuah Undang-Undang itu lahir dari sebuah perdebatan dan sikap kompromis antara DPR yang merupakan representasi banyak Parpol dengan lembaga Pemerintah.. Pertanyaannya, apakah DPR yang merupakan representasi Parpol ini setuju jika pemerintah menghentikan pendanaan untuk parpol ? Lha wong yang terjadi sekarang justru Pemerintah menaikan dana Parpol dari Rp.100 per suara jadi Rp.1000 per suara kok.. Bagaimana bisa terwujud adanya Badan Usaha Milik Parpol ?
Lalu apakah kita harus putus asa ? Seharusnya tidak. Dalam perjuangan membenahi sistem politik yang masih amburadul seperti ini sesungguhnyalah kita itu butuh banyak orang yang rela jadi martir untuk melawan arus. Rela dicaci, dibully, atau bahkan rela dipenjarakan karena berbeda pandangan dengan penguasa serta mayoritas fans berat penguasa.
Kita butuh generasi muda yang punya tekad sekuat baja agar dapat melakukan "cuci darah" sistem perpolitikan . Anak-anak muda berjiwa anti kemapanan dengan ide-ide segar. Bukan kelompok anak muda yang menghamba dan menjadi bayang-bayang penguasa. Anak-anak muda pemikir yang mampu bersikap kritis terhadap segala kebijakan yang dilahirkan oleh penguasa.
Dalam kondisi sistem politik seperti sekarang ini, banyak sekali persoalan yang harus kita benahi dan butuh solusi-solusi rasional agar negara yang bercita-cita mewujudkan keadilan dan kemakmuran raklyat ini mampu mencapai tujuannya. Oleh karena itu semangat anak-anak muda yang punya tekad kuat untuk merubah atmosfer politik yang sudah sangat koruptip. Bahkan tingkat koruptifnya sudag sampai pada level tak masuk akal.