Banyak permasalahan yang selama ini masih luput dari pengamatan Anggota DPD RI. Salah satunya mengenai pendapatan para guru honorer / GTT di daerah ( bukan guru bantu ). Selama ini pendapatan mereka antara Rp.100 ribu sampai Rp. 200 ribu per bulan nyaris tak pernah diperhatikan. Padahal jumlah ini sama sekali jauh dari logika, karena besaran ini sama dengan jatah sekali makan di restoran. Artinya, belum ada penghargaan sama sekali baik dari lembaga tempat mereka mengajar maupun pemerintah kepada mereka. Padahal sebagian besar dari mereka harus menempuhlokasi mengajaryangsulit, karena berada di pedalaman.
Kondisi ini semakin menyakitkan ketika disisi lain pemerintah begitu royal menghamburkan anggaran di depan mata rakyat. Bukan hanya itu, secara kasat mata banyak anggota DPR RI dan Presiden yang pamer kekayaan di media publik.
Karena itu, jika saya menjadi anggota DPD RI tentu saja aspirasi ini akan menjadi perjuangan saya yang utama. Sebab, pendidikan merupakan tiang utama dalam bernegara. DPD RI sebagai lembaga aspirasi rakyat murni yang tidak berafiliasi pada partai politik tertentu harus mampu menjadi penyeimbang kekuatan politik di DPR RI dengan cara mendesak pemerintah untuk memperhatikan nasib GTT tersebut. Tentunya, aspirasi DPD lebih murni karena tanpa ada tawar menawar apapun dengan pemerintah dalam mengusulkan suatu aspirasi.
Selama ini banyak aspirasi dari rakyat yang macet karena terganjal kepentingan partai politik. Akibatnya, rakyat hanya menjadi alat bagi kepentingan politik tertentu. Gemuruhnya unjuk rasa para guru honorer akhirnya hanya menjadi angin lalu, karena wakil rakyat mereka hanya mengadopsi kepentingan partai politik daripada suara rakyat. Ohh.. sungguh kasihan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H