Kabar buruk bagi masyarakat pendukung kebhinekaannwegeri ini. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan penghapusan UU No 1/PNPS/1965 tentang Larangan Penodaan Agama, yang berpeluang terjadinya tindakan anarkhis dari kelompok tertentu. Penolakan itu jelas merupakan sebuah ancaman terhadap kelestarian kebhinekaan, setelah ditolaknya juga Judicial Review UU Pornografi.
Tentu saja, bagi saya dan para ( muslim ) pendukung kehidupan berbhineka, merasa telah menemukan jalan buntu untuk memperjuangkan kebergaman negeri ini. Sebab, kebebasan penafsiran kaum minoritas tak lagi dilindungi.
Dalam kasus penodaan agama ini, UU No 1 /PNPS/1965 merupakan produk masa lampau. Meski berdasarkan aturan peralihan pasal 1 UUD 1945, secara formal masih berlaku namun secara substansial mempunyai kelemahan Karena danya perubahan yang sangat mendasar atas UUD 1945 khususnya pasal HAM . Oleh karena itu, mengutip pendapat Maria Farida Indarti -- salah satu hakim MK -- dengan terjadinya berbagai masalah yang seringkali menimbulkan adanya tindak sewenang-senang dalam pelaksanaa uu tersebut, dan adanya pertentangan dalam ketentuan pasal-pasal dalam UUD 1945, khususnya pasal-pasal 28E pasal 28 I dan pasal 29 UUD1945," kata Guru Besar UI tersebut, Maria Farida berkesimpulan bahwa permohonan pemohon seharusnya dikabulkan.
Namun, tak ada perjuangan yang berjalan mulus. Saudara-audara kita -- saya sebut saja jamaah Ahmadiyah -- yang selama ini telah teraniaya, nampaknya masih harus bersabar untuk dapat menjalankan ibadahnya
Percayalah, Surga begitu luas dan milik semua ummat. Jika seorang kyai berseloroh, masak ya di surga malaikat periksa KTP. ( Its a joke.. man. ! ). Jadi, yang terpenting di dunia adalah seberapa besar ketaatan kalian pada ajaran yang kalian fahami.
Saya justru khawatir, penolakan atas judicial review ini menjadikan kelompok/ lembaga tertentu untuk memberikan vonis sesat terhadap orang/kelompok lain. Sementara mereka sendiri tak mampu menjamin apakah diri mereka tidak sesat dalam menjalankan ajaran agama. Bukankah kepercayaan tak bisa divonis ? Jadi kita tak boleh menyerah dalam mempertahankan keyakinan, meski negara tak melindunginya !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H