[caption id="attachment_315862" align="aligncenter" width="540" caption="BUMN Pilar Ekonomi Nasional"][/caption]
Infrastruktur punya peran menentukan dalam system perekonomian modern. Jika infrastruktur semakin baik, secara otomatis berpengaruh positif terhadap ekonomi, bahkan menentukan lancar atau tidaknya suatu kegiatan perekonomian.
Jika suatu daerah memiliki infrastruktur yang baik, maka dipastikan daerah tersebut keadaan ekonominya kuat. Demikian sebaliknya, jika suatu daerah infrastrukturnya buruk secara langsung ekonominya buruk.
Disini, kebijakan infrastruktur menjadi strategi induk pemerintah sebagai lokomotif ekonomi. Contoh kasus China yang tahun lalu tingkat perekonomiannya tumbuh 7,8%. Kebangkitan ini disebabkan oleh mini stimulus atau rangsangan kecil dari investasi di sector infrastruktur seperti jalan keret api, dan system subway, serta kebijakan keuangan yang lunak ketika People’s Bank of China (PBOC) mulai beoperasi.
Di Indonesia sendiri pembangunan infrastrukur masih mengandalkan 30% anggaran dari total APBN. Lebih dari itu dikhawatirkan bakal mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Anggaran APBN terbesar masih tersedot ke belanja pegawai atau belanja rutin. Sedangkan belanja modal yang berfungsi sebagai stimulus fiskal belum mampu menggenjot pembangunan infrastruktur.
Alternatifnya, pemerintah seringkali mengandalkan stimulus luar negeri baik melalui investasi asing maupun utang luar negeri yang tak kalah beresiko tatkala gejolak krisis moneter terjadi.
Penambahan utang luar negeri saja telah menggerus anggaran Negara dan mengurangi belanja sector public. Ditambah lagi dengan besarnya beban cicilan pokok utang dan bunganya. Data tahun 2013 diketahui beban pembayaran pokok bunga utang mencapai Rp. 229 trilyun, pun jika digabungkan dengan beban utang pokok bisa mencapai Rp. 1.800 trilyun. Bahkan pemerintah China pernah menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk membangun Bank Infrastruktur guna mengatasi hal itu.
Kendala demikian menjadikan BUMN sebagai pilar utama pembangunan infrastruktur guna menggenjot laju pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu dicontohkan seperti saat pembangunan Terminal Peti Kemas Belawan Paket II terlaksana. Desain pembangunan infrastruktur selama ini yang mengandalkan dana luar negeri maupun utang berhasil dikikis melalui pola merger sejumlah BUMN diantaranya, PT. Pelabuhan Indonesia I, Hutama Karya, Wijaya Karya, dan Bank Mandiri.
BUMN sendiri memiliki bidang usaha yang bervariasi, mulai dari penerbangan, konstruksi, minyak gas, hingga perbankan. Di sector perbankan sendiri pemerintah mempunyai empat Bank, yakni BNI, BRI, Mandiri, dan BTN. Jika asset keempatnya digabungkan, maka porsinya mencapai 40% total industry perbankan Nasional. Berarti kita juga tak memerlukan Bank Infrastruktur seperti yang ditawarkan pemerintah China.
Hal ini menjadi satu bukti jika Indonesia mampu membiayai proyek pembangunan infrastruktur sendiri tanpa mengandalkan bantuan asing ataupun utang luar negeri. BUMN disini menjadi tangan kedua pemerintah, dimana hal-hal yang tidak bisa dibiayai pemerintah melalui APBN, bisa ditangani oleh BUMN. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H