Judul Buku : Sang Alkemis
Pengarang : Paulo Coelho
Jumlah Halaman : 129
Diawali dengan prolog yang cukup memikat, antara Danau yang sedih dan Narcissus yang tenggelam di dalamnya. Tak ada yang mengetahui keindahan Narcissus selain Danau yang menjadi tempat ia bercermin setiap hari. Begitupun Danau, tidak akan pernah mengetahui pantulan keindahan dirinya lagi. Seperti ketika ia menatap warna air yang terpatri pada bola mata Narcisuss.
Buku ini menceritakan sebuah kisah epik tentang seorang bocah yang bernama Santiago. Santiago rela meninggalkan kampung halamannya demi menjadi seorang Gembala. Ia ragu akan menemukan Tuhan apabila menyetujui nasihat orangtua untuk menjadi Pastor. Pikirnya menjadi Pastor akan membuat hidupnya kaya namun tidak dengan hatinya.
Perjalanan yang berpindah-pindah membuat ia tahu akan keistimewaan tiap daerah, kapan dan di mana ia harus melepaskan domba-domba agar kenyang, membaca isyarat alam, tempat gratis untuk menetap sejenak, tahu dombanya sakit, hamil atau akan melahirkan, dan yang paling penting adalah bisa membaca buku-buku kesukaannya di hamparan padang rumput dalam balutan semilir angin yang menyegarkan.
Seorang penggembala adalah yang hidup mengembara, begitu pikirnya, sampai ia bertemu dengan seorang gadis yang tentu saja, memikat hatinya. Entah kenapa pertemuan pertama itu membuat ia ingin menetap untuk waktu yang lama. Namun, domba-domba tidak akan suka hal itu terjadi. Ia pun berjanji apabila melewati kota itu beberapa tahun lagi, ia akan mengajak gadis itu mengembala bersama.
Saat matahari terbit, ia termangu. Biginilah kiranya, ia tidak akan pernah mengetahui Tuhan apabila hanya duduk di suatu daerah, belajar di seminari, hanya untuk menjadi seorang Pastor.
Suatu hari Santiago bimbang tentang mimpi aneh yang kerap terjadi sepanjang tidurnya. Ia sudah siap untuk mendatangi kedua orangtua si gadis. Namun kakinya melangkah ke dalam rumah perempuan tua yang konon katanya bisa menafsirkan mimpi. Kamu akan menemukan harta karun di Piramida Mesir, begitu petuah yang terucap dari perempuan tua itu.
Tentu saja harta terpendam itu ada di Mesir karena begitulah mimpi itu tercipta. Dengan senyum konyol, Santiago keluar dari rumah perempuan tua. Tanpa diberi tahu pun, ia sudah tahu, kesalnya. Dengan langkah gontai ia melangkah ke sebuah toko penukaran buku. Ia hendak menukarkan bukunya dengan buku yang baru dan lebih tebal lagi ukurannya.