Di dalam pelaksanaan suatu otonomi, pihak Pemda selalu memiliki hak dan kewajiban guna mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, akan tetapi ditemui keterbatasan untuk pemenuhan sumber pendanaan segalah kebutuhannya. hampir sebagian besar daerah kabupaten atau kota telah bergantung pada dana perimbangan yang telah disediakan oleh pemerintah pusat, dana perimbangan ini berasal dari dana bagi hasil anatara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang berasal dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, maupun dana alokasi khusus. dengan adanya sumber pemasukan tersebut yaitu berasal dari pendapatan asli daerah yang berbentuk APBD. hal ini kerap terjadi karena adanya ketiga sumber pendanaan yang bersumber dari banyakanya resapan pada pengeluaran belanja rutin. adanya masalah kondisi keuangan tersebut akan berakibat pada adanya kesulitan dari pihak pemerintah daerah untuk melaksanakan suatu program dengan berbagai proyek pembangunan karena keterbatasan suatu anggaran yang digunakan sebagai sumber pendanaan tidak lagi mencukupi proyek pembangunan tersebut. oleh sebab itu, muncullah solusi dengan berbagai terobosan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengupayakan pencarian sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan guna terwujudnya kesuksesan dalam pelaksanaan program otonomi daerah.
dalam menyikapi suatu permasalahan yang berkaitan dengan sumber pendanaan guna mewujudkan pembangunan yang ada maka dikeluarkan suatu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang telah menggantikan Undang-Undang yang telah ada sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan telah memberikan suatu peluang yang ditujukan kepada pemerintah daerah untuk penggalian dana (fund raising) dalam rangka program pembangunan dan pengembangan daerah melalui penerbitan obligasi daerah yang telah dituangkan dalam pasal 57 Undang-Undang tersebut yang lebih rinci dan detail untuk pengaturan obligasi daerah dengan fungsi sebagai salah satu solusi pembiayaan daerah.
obligasi daerah merupakan sumber pendanaan yang akan berpotensi menjadi daya dukung keuangan bagi pemerintah daerah. dapat pula dikatakan bahwa obligasi daerah menjadi sumber pendanaan yang sejak lama sudah dijadikan suatu wacana dan bahan publik, bak di dalam forum-forum formal maupun non formal di pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat. dengan adanya penerbitan obligasi suatu daerah dapat merealisasikan suatu susunan dalam struktur Anggaran Pembiayaan Belanja Negara (APBN). pemerintah daerah telah mempersiapkan suatu penerbitan dan penjualan obligasi daerah ke masyarakat atau investor yang berminat dengan sejak ditetapkannya kebijakan ketentuan dalam rapat paripurna DPR yang telah mengesahkan amandemen pasal 51 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999. tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya peraturan ini jika pemerintah mengatur tentang mekanisme penerbitan dan penjualan obligasi daerah dan baru ditetapkan pada tahun 2006.
di dalam pelaksanaan obligasi daerah, tidak selamanya program tersebut akan berjalan dengan lancar atau sesuai dengan semestinya, namun terdapat beberapa kendala dan permasalahan yaitu pemerintah provinsi di Indonesia yang sudah melakukan suatu kajian terhadap persiapan untuk menerbitkan obligasi daerah, yang diantaranya pemerintah provinsi, di dalam suatu pemerintahan seharusnya dan selayaknya melakukan suatu kajian yang relevan tentang adanya kemungkinan penerbitan program obligasi daerah sebagai fungsi utamanya yaitu menjadi sumber pembiayaan, oleh karena itu maka harus diperhatikan adanya aspek kemampuan dan manajemen keuangan dari pemerintah daerah itu sendiri.
penerbitan obligasi tidak selamanya berjalan dengan semestinya, tetapi terdapat kendala - kendala dalam proses penerbitan obligasi daerah ini. Kendala proses penerbitan obligasi daerah tidak lepas dari penyangkutan administrasi, institusi, dan adanya keberadaan kualitas sumber daya manusia yang menangani obligasi daerah tersebut. Adanya kewenangan pemerintah dalam pengelolaan peminjaman yang telah diatur dalam Undang - undang Nomor 33 Tahun 2004, namun Undang - undang atau peraturan yang telah ditetapkan juga melibatkan suatu instansi tertentu dalam penerbitan obligasi daerah tersebut seperti, Peraturan - peraturan (PP) BAPEPAM belum memiliki aturan tentang obligasi daerah yang diperkirakan pada tahun 2005 telah diterbitkan. Kepmen keuangan tentang adanya obligasi daerah bank Indonesia dan departemen dalam negeri.
Ada berapa faktor yang terlebih dahulu harus dibenahi untuk proses penerbitan obligasi daerah seperti adanya penerapan standar akuntasi keuangan pemerintah daerah; debit management unit (DMU) Obligasi daerah; SDM Pengelolaan DMU; Pengetahuan masyarakat tentang seluk beluk obligasi daerah, penentuan lembaga rating agincy (RA), serta lembaga penjaminan. Dan hambatan yang paling utama dalam penerbitan obligasi daerah adalah belum lengkapnya suatu peraturan pemerintah (PP).
Undang - undang atau peraturan tertentu yang merupakan suatu acuan kegiatan proses penerbitan obligasi daerah yang harus ada dan berfungsi sebagai dasar hukum suatu proses penerbitan obligasi daerah. Peraturan Bapepam yang telah mengatur obligasi daerah telah menentukan pemerintah daerau dalam suatu penerbitan obligasi daerah dan harus menerapkan suatu kondisi atau syarat yang di mana pemerintah daerah beluk memiliki bahkan belum menerapkan kondisi syarat tersebut pada kegiatan pengelolaan pemerintah daerah.
Obligasi daerah merupakan alternatif yang di rekomendasikan dan layak dipertimbangkan sebagai sumber pembiayaan daerah dibandingkan dengan sumber pendanaan lainnya. Kelebihan dari obligasi daerah tersebut adalah memiliki fungsi dalam pendanaan pembangunan, sebagai contoh mampu menarik minat pemilik dana untuk berinvestasi, mampu menyediakan dalam jumlah yang besar, memiliki resiko yang rendah atas perubahan kurs, serta memiliki resiko rendah atas perubahan kebijakan dari pemerintah yang telah ditetapkan.
Pembiayaan yang dilakukan melalui obligasi daerah dapat dilakukan melalui prosedur-prosedur yang ada. Prosedur tersebut meliputi: perencanaan obligasi daerah yang dilakukan oleh Pemda, pengajuan usulan rencana penerbitan obligasi daerah dari Pemda kepada Menteri Keuangan yang kemudian dilakukan penilaian dan persetujuan oleh Menteri jika rencana yang dijukan sesuai dengan prinsip umum obligasi daerah yang berlaku, dan yang terakhir adalah diterbitkannya obligasi daerah di pasar modal domestik.
Prosedur awal yang dilakukan guna pengajuan obligasi daerah adalah suatu perencanaan oleh Pemda melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditunjuk melakukan persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang sekurang-kurangya meliputi langkah-langkah dengan langkah awal yaitu penentuan kegiatan, pembuatan kerangka acuan kegiatan, menyiapkan studi kelayakan yang dibuat oleh pihak yang berkompeten,pemantauan batas komulatif pinjman serta posisi komulatif pinjaman daerah, pembuatan proyeksi keuangan dan perhitungan kemampuan pembayaran kembali obigasi daerah. Setelah beberapa langkah yang telah dilaksanakan, kemudian dilakukannya proses persetujuan prinsip DPRD yang meliputi nilai bersih maksimal obligasi daerah, jumlah dan nilai nominal Obligasi yang akan diterbitkan, penggunaan dana, dan pembayaran pokok, kupon dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat penerbitan obligasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H