Lihat ke Halaman Asli

Politik dan Transaksi Bisnis

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjadi pejabat, khususnya presiden di negeri ini pasti menggiurkan, terbukti banyak yang berminat.Bahkan, Presiden SBY yang bakal lengser dari jabatannya tahun depan mensinyalir sedikitnya ada 20 orang calon yang berminat duduk di posisinya saat ini. Pernyataan Presiden SBY ini tidak berlebihan.

Media massa tiap hari menyuguhkan nama-nama calon orang nomor 1 dan 2 di negeri ini, seperti pengusaha Aburizal Bakrie yang terang-terangan sudah mengiklankan diri di jaringan televisi miliknya dengan sebutan ARB, meski siapa nomor 2 nya masih banyak spekulasi. Pasangan Wiranto dan Hary Tanoesudibjo, bahkan telah resmi mendeklarasikan diri bakal maju pada pemilu 2014.

Selanjutnya, muncul nama Prabowo Subianto, eks menantu almarhum Presiden Soeharto yang kini juga berprofesi sebagai pengusaha. Nama-nama lainnya yang berseliweran di media massa entah bakal calon nomor 1 atau 2, antara lain mantan wapres Jusuf Kalla, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Gubernur DKI Jokowi, Sutiyoso, Mahfudz MD, Hatta Rajasa, Puan Maharani, Suryo Paloh hingga calon yang “unik” dari dunia hiburan, yakni Eyang Subur, Farhat Abas dan Rhoma Irama.

Ini fenomena menarik. Ketika reformasi politik telah bergulir di negeri ini, orang tak malu-malu lagi, narsis, ke-PD-an untuk menjadi pejabat di negeri ini. Bahkan, kalangan pengusaha yang selama ini paling alergi berpolitik (paling sebagai penyokong dana) kini berani tampil di depan.

Menjadi orang nomor 1 di negeri ini mungkin dianggap pekerjaan yang gampang sehingga bermodal popularitas di infotainment atau uang, ada juga orang yang berniat mengorbitkannya. Saya sih berharap ini hanya sensasi, lucu-lucuan saja karena jujur ngeri kalau pejabat di negeri kita ini diisi oleh “orang gak jelas” kapabilitas dan kompetensinya itu.

Ini ironis sekali bila popularitas dan uang menjadi panglima dalam kancah politik di Tanah Air. Memang uang dan kekuasaan sulit dipisahkan. Partai politik mengusung nama pengusaha dengan alasan politik butuh amunisi. Mesin politik bakal tidak jalan bila tidak punya uang. Karena itu, tidak ada makan siang gratis.

Pengusaha yang support dana, tentu ingin mendapatkan imbal balik atau keuntungan. Bahkan, dalam konteks pencalonan anggota DPR saja, para caleg ramai mencari sponsor dari kalangan pengusaha dengan janji imbalan proyek bila dirinya lolos duduk sebagai wakil rakyat di Senayan. Ini sudah menjadi rahasia umum. Untuk level anggota DPR saja guna mendapatkan suara di daerah pemilihannya butuh dana miliaran rupiah. Darimana mereka mendapatkan uangnya? Berdasarkan elektabilitas yang dipunyainya, banyak caleg yang mengajukan proposal kepada pengusaha agar bersedia mensponsorinya dengan janji imbalan proyek.

Jika politik di negeri ini sudah menjadi Transaksi Bisnis, tentu yang bakal menjadi korban rakyat. Dalam terminology bisnis, 1 + 1 harus minimal sama dengan 3. Bahkan, jika risikonya tinggi, dia baru tertarik jika jadinya 6 atau 10. Di sinilah, pemilik uang yang bakal berjaya mengendalikan negeri ini sesuai dengan kepentingan pribadinya.

Melalui diskusi ini, saya memiliki harapan besar kepada masyarakat agar tidak mengadaikan masa depan anak cucu dengan uang recehan, dari calon pejabat yang kelihatannya baik, sopan, murah hati/penolong jelang Pemilu. Kita harus cerdas melihat rekam jejaknya. Kalau mereka pengusaha, lihatlah sepak terjangnya dalam bisnis selama ini. Jika eks militer atau pejabat, lihat juga sepak terjangnya saat masih menjabat. Demikian juga, jika mereka seorang professional.

Pemimpin adalah orang yang layak menjadi panutan. Mereka harus punya standar moral, integritas hingga leadership yang tinggi dan prestasi pengabdiannya kepada masyarakat sudah panjang. Pemimpin yang instant, besar karena blow-up media, pencitraan, setting-an, rekayasa, pasti hasilnya mengecewakan. Di sinilah, butuh kecerdasan dan kearifan rakyat kita untuk memilah dan memilih informasi yang bersliweran, penuh rekayasa dan sebagainya. Tolak Politik Transaksi Bisnis di negeri ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline