Lihat ke Halaman Asli

.... As ....

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong adalah sebagaian dari tokoh-tokoh utama dalam dunia pewayangan. Layaknya tokoh dalam dunia nyata, mereka memiliki fungsi dan misi masing-masing. Sebagian orang percaya, karakter dunia fiksi terkait erat antara nama yang disandangkannya dengan misi yang diembannya.

Dalam komunitas tertentu, khususnya pesantren, wayang kulit dipercaya gubahan dari wayang golek (dan sejenisnya) yang dilakukan oleh mbah Sunan Kalijaga. Hal ini terkait dengan ideologi keagamaan yang diyakini oleh beliau, bahwa manusia tidak boleh menciptakan sesuatu yang menyerupai dengan ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, manusia “dilarang” membuat sesuatu yang menyerupai makhluk hidup secara utuh, sebab kelak ciptaan tersebut akan menuntut untuk dihidupkan (meminta ruh) kepada pembuatnya. Sedangkan selain Tuhan, tidak ada yang bisa memberi otoritas kehidupan kepada benda lain. Bahkan beberapa nama tokoh pewayangan diyakini diciptakan oleh beliau (mbah Sunan Kalijaga) juga.

Seperti halnya empat tokoh di atas, jika dilihat dari segi ideologi keagamaan dan kebahasaan, konon mereka merupakan satu kesatuan dari kalimat bahasa Arab yang berbunyi:

سَمِّرْ عَلَى خَيْرِ فَاتْرُكِ الْبَغَى (sammir ‘ala khoiri fatruk al-bagho)

Yang artinya “bergegaslah pada kebaikan dan tinggalkan perkara yang sia-sia”. Dari kalimat di atas tersebut kemudian lahirlah Semar dari kata sammir, Gareng dari kata khoiri, Petruk dari kata fatruk, dan Bagong dari kata al-bagho. Akhirnya, Skenario dibuat, cerita dikisahkan, dan kita melupakan apa di dibalik tokoh tersebut, kita hanya menikmati cerita dan cerita.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline