Lihat ke Halaman Asli

Sulfiza Ariska

Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Optimalisasi Pemanfaatan Dana Zakat untuk Pemberdayaan Masyarakat di Era Teknologi Digital

Diperbarui: 23 Oktober 2019   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster zakat. Sumber: GagasanRiau.com. Editing: penulis

Tahukah Anda? Zakat memiliki manfaat yang luar biasa. Tidak sekadar ibadah yang bernilai pahala, tetapi zakat juga investasi masa depan. Pembentukan rich mindset sangat tepat untuk dijadikan sebagai visi pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan dana zakat. Agar pemanfaatan dana zakat berhasil menuntun Muslim merintis financial freedom dan mewujudkan masa depan yang bebas dari kemiskinan.

Rich mindset bukanlah pola pikir yang serakah (syuh) atau dorongan untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya, tetapi sebuah pola pikir yang meyakini bahwa terdapat 'rekening spiritual' yang berisi kekayaan dan kecukupan bagi seluruh makhluk hidup di alam semesta.

Jika kita menjumpai/mengalami kekurangan atau kemiskinan, bisa dipastikan ada sesuatu yang perlu dibenahi dari diri pribadi ataupun lingkungan kehidupan kita. 

Konsep rich mindset menyebar luas dalam ajaran-ajaran motivator kesuksesan kelas dunia. Mulai dari Dale Carniege, Napoleon Hill, dan berjejer motivator terkenal lainnya. Selain itu, konsep ini pun selaras dengan firman Allah dalam al-Quran surah An-Najm ayat 48.

QS.An-Najm: 48. Sumber: penulis

Sebagai agent of change utama di sektor zakat, Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki peran yang sangat penting dalam pemberdayaan masyarakat berbasis zakat khususnya dalam membangun rich mindset. Pemberdayaan ini akan mewujudkan atau menyuburkan kualitas financial freedom di kalangan muzakki (pemberi zakat).

Di sisi lain, pemberdayaan ini akan menuntun para mustahiq (penerima zakat) untuk bertransformasi menjadi muzakki dan berhasil pula mewujudkan financial freedom.

Al-Baqarah: 261. Editing: penulis

Penerima zakat (mustahiq). Sumber: penulis

Mengapa Miskin?
Ilmuwan biologi sel sekaligus pakar neurosains, Bruce Lipton, menggemparkan dunia berkat riset programming (pemrograman). Programming bisa disebut juga upaya untuk memusatkan 'pola pikir' pada 'pikiran bawah sadar' (un-conscieusness).

Dalam konsep programming, perilaku individu 95% ditentukan program dalam pikiran bawah sadar (un-conscious mind). Fase programming telah dimulai sejak bayi sampai usia tujuh tahun yang disebut fase hypnosis. Di masa ini, seseorang merekam seluruh informasi di lingkungan untuk membentuk theta (imajinasi). Masa ini pula seseorang memiliki peta imajinasi yang membentuk masa depannya. 


Programming memberikan jawaban atas teka-teki mengapa sebagian besar orang kaya terlahir (berasal) dari keluarga kaya atau orang miskin terlahir (berasal) dari keluarga yang miskin. Hal ini disebabkan anak yang berasal dari keluarga kaya berada di lingkungan kaya dan memiliki sosok teladan/orangtua (rule models) yang memberikan informasi untuk kaya.

Informasi yang diserap otaknya membentuk theta yang menggerakkan untuk memiliki kebiasaan kaya (rich habits), sehingga berhasil membentuk dan mewujudkan masa depan sebagai orang kaya pula.

Rich Habits dalam Islam. Sumber foto: Canva. Editing: penulis

Di sisi lain, orang yang terlahir (berasal) dari keluarga miskin akan rentan miskin karena pikiran bawah sadarnya dikuasai theta hasil bentukan informasi miskin. Meskipun mendapat ajaran agama yang mendidik untuk menjunjung moral dan menghindari dosa, tetapi realitas yang dijumpai memberikan pengaruh yang lebih kuat untuk membentuk program dalam piran bawah sadar. Dalam ajaran Islam, pengaruh tersebut mengingatkan kita pada dua hadits.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline