Lihat ke Halaman Asli

Sulfiza Ariska

Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Optimalisasi Budaya Literasi Lokal dalam Meningkatkan Efektivitas Komunikasi Budaya Sadar Bencana

Diperbarui: 14 September 2018   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bencana alam Lombok. Sumber foto: kitabisa.com/bantukorbanlombokyuk

TAHUKAH ANDA? Budaya literasi menuntun kita untuk mengembangkan daya imaji positif. Bangsa yang terlatih untuk mengembangkan imaji positif akan menjadi bangsa yang mampu menemukan peluang emas dalam zona kritis, inovatif, kreatif, dan fokus pada perubahan progresif.

Imaji positif dapat menumbuhkan 'sikap yang benar' dalam menghadapi bencana alam. Budaya literasi lokal membangkitkan komunikasi homophily, sehingga efektif sebagai pembentuk imaji positif dalam meningkatkan budaya sadar bencana.          

Rekonstruksi Imaji Negatif Terhadap Bencana  

Imaji (image) dapat didefinisikan sebagai gambaran, kesan, bayang-bayang, atau apa yang ada dalam pikiran ketika kita membayangkan atau mengingat sesuatu. Imaji bisa berupa gambaran visual, suara, bau, rasa, atau gabungan dari semua penginderaan.

Pada praktiknya, imaji lebih dari definisi tersebut. Bahwa imaji, terutama fokus pada hal-hal konstruktif (imaji positif), merupakan cara manusia berkomunikasi dengan alam semesta. Perubahan adalah bahasa alam yang hakiki.

Tidak mengherankan bila perubahan--sebagaimana yang dituturkan Herakleitos dengan pernyataan panta rhei uden menei (semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal tetap)--merupakan kodrat manusia. Sebuah bangsa bisa survive menghadapi perubahan alam dan terus membuat kemajuan; tidak lepas dari pembentukan imaji positif.

Imaji positif merupakan energi yang luar biasa dan bisa menggerakkan manusia untuk mewujudkan perubahan progresif. Imaji positif akan menumbuhkan keberanian untuk mendobrak kemustahilan dalam menciptakan karya inovatif dan memajukan peradaban. Tanpa imaji positif, kita tidak akan memiliki 'sikap yang benar' dalam menghadapi segala bentuk perubahan yang pasti akan datang setiap waktu.  

Literasi lokal merupakan sumber imaji positif bangsa-bangsa di dunia untuk membentuk kesadaran dinamis, pro aktif, dan progresif. Sebagian daerah di Indonesia, seperti di Simeulue di Aceh, literasi lokal telah digunakan dalam upaya peningkatan kualitas budaya sadar bencana.

Tetapi, upaya ini belum berisfat massif dan menyeluruh di seluruh pelosok Indonesia. Akibatnya, sikap mayoritas masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana masih didominasi 'sikap yang tidak benar' atau sebuah sikap yang dikendalikan imaji negatif.

Imaji negatif mayoritas masyarakat Indonesia terhadap bencana bisa kita cermati dalam lagu Indonesia Menangis yang dinyanyikan Sherina pada bencana alam 'gempa bumi yang disusul tsunami' di Aceh. Lagu ini sempat menuai kritikan masyarakat Aceh. Tetapi, lagu ini hanyalah puncak gunung es dalam imaji negatif kolektif masyarakat Indonesia terhadap bencana alam. Hal ini bisa kita lihat dari eksploitasi media massa yang terfokus pada kerugian.


Bahkan, tidak sedikit politisi yang memanipulasi bencana alam sebagai materi yang digunakan untuk menyerang lawan politiknya, sebagaimana yang terjadi dalam peristiwa bencana alam gempa bumi di Lombok yang masih terus berlangsung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline