PASAR RAKYAT merupakan integrated heritage yang melahirkan peradaban bangsa Indonesia. Tanpa pasar rakyat bangsa Indonesia tidak ubahnya segerombolan pengungsi yang kehilangan rumah. Konflik SARA khususnya penistaan agama yang terus menerus berlangsung merupakan indikasi kuat bahwa bangsa Indonesia mulai meninggalkan pasar rakyat. Hari Pasar Rakyat Nasional (HPRN) yang dicanangkan Yayasan Danamon Peduli perlu mendapat dukungan seluruh lapisan masyarakat, ditetapkan pemerintah sebagai salah satu kebijakan publik, dan diselenggarakan di seluruh penjuru Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bila kita cermati sejarah Indonesia, Pasar Rakyat telah berjaya sejak zaman pra-kemerdekaan sampai era 1990-an. Di masa kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara, Pasar Rakyat telah melambungkan Nusantara di dunia Internasional. Tidak sedikit daerah-daerah di Nusantara yang menjadi kota-kota perdagangan Internasional seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banten, Ternate, dan Tidore. Keunggulan Pasar Rakyat dapat kita cermati pada Pasar Legi Kotagede yang telah berdiri pada masa kejayaan Matram Islam sekitar abad ke-16.
Bila Anda mengunjungi Pasar Legi Kotagede; Anda akan menyaksikan bahwa motif penduduk untuk datang ke pasar bukan sekadar untuk transaksi produk ekonomi dan retribusi; melainkan sebagai ajang berinteraksi, berbagi informasi, bersosialisasi, dan berkomunikasi. Di warung-warung atau lapak-lapak Pasar Legi Kotagede sangat mudah muncul dialog antara pedagang dan pembeli. Pedagang lumrah menanyakan pada pembeli tentang asal daerah, jumlah saudara, pekerjaan, dan berbagai pertanyaan tentang sosial-budaya.
Pasar Legi Kotagede membuktikan bahwa Pasar Rakyat merupakan pondasi peradaban bangsa. Dari Pasar Rakyat lahirlah sistem politik, ekonomi, sosial-budaya, dan spiritual. Di Pasar Rakyat terjadi proses peleburan suku, agama, ras, dan adat-istiadat; sehingga lahirlah kehidupan yang harmoni dalam keteduhan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini dikukuhkan pembangunan Masjid Gedhe Mataram yang terletak di bagian barat Pasar Legi Kotagede; dibangun masyarakat penganut agama Hindu dan Islam. Hal inilah yang sulit untuk dicapai keberadaan Pasar Modern yang menjadikan keuntungan finansial sebagai kiblat.
Ironisnya, sekitar awal tahun 2000-an, pasar rakyat perlahan-lahan punah di wajah bumi Indonesia. Berdasarkan data dari Yayasan Danamon Peduli; Pasar Rakyat mengalami penurunan yang signifikan; dari 13.550 (tahun 2007), 13. 450 (tahun 2009), 9.950 (tahun 2011), dan 9.559 (tahun 2015). Pada tahun 2014, perbandingan pertumbuhan kedua pasar ini sangat signifikan, yaitu Pasar Modern (31,4%) dan Pasar Rakyat (-8,1%). Bahkan, sepanjang tahun 2015, 283 Pasar Rakyat terbakar. Dari data tersebut, indikasi kepunahan Pasar Rakyat terlihat signifikan. Kepunahan Pasar Rakyat mengancam kehancuran peradaban bangsa Indonesia yang akan dimulai kelumpuhan ketahanan ekonomi.
Oleh karena itu, urgensi HPRN yang dicanangkan Yayasan Danamon Peduli memiliki dasar yang kuat, baik secara historis ataupun data faktual. Pada sisi historis, Pasar Rakyat merupakan pilar utama ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Pada sisi faktual, indikasi kepunahan Pasar Rakyat terlihat nyata. Perlu adanya dukungan kolektif dalam mewujudkan HPRN menjadi sebuah gerakan kolektif.
Beberapa langkah penting yang dapat kita dilakukan, antara lain;
Pertama, edukasi.