Lihat ke Halaman Asli

Sulfiza Ariska

Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Menjaga Api Impian dari Titik Nol

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14192499532070025853

Usaha meraih sukses bagaikan lomba lari. Sebagian orang meraih sukses dengan lari estafet. Sebagian lagi (termasuk saya), harus berlari dari titik nol seorang diri.

Setidaknya, itulah yang saya sadari ketika terpilih sebagai Pemuda Berprestasi Tingkat Nasional Penghargaan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI pada 28 Oktober 2010. Dalam momen ini, saya berjumpa pengusaha yang sukses menjadi milyuner di usia 24 tahun. Ia memiliki bisnis dengan omzet Rp. 1.000.000.000 (satu miliar) per bulan.

Saya tidak heran. Rekan saya itu berasal dari keluarga pengusaha kaya dan memiliki fasilitas. Sejak ia kecil, orangtuanya mendidiknya menjadi pengusaha. Ia membawa tongkat ‘api impian sukses’ secara ‘estafet’ dengan 'tim' berupa keluarga. Ia mendapat tongkat di tengah lintasan lari dan bisasampai ke ‘garis finish’ lebih cepat. Sebaliknya, saya berlari dari titik nol ‘garis start’ seorang diri.

Saya dalam Hari Sumpah Pemuda ke-82 di Surakarta, 28 Oktober 2010

(Foto. Dok. Penulis).

1419250011729569439

Saya (kemeja cokelat) dalam Ubud Writers and Readers Festival

(Foto. Dok. Anggara Mahendra/UWRF)

Selain penghargaan Menpora RI, saya terpilih sebagai penulis emerging Indonesia Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) ke-11 pada 1-5 Oktober 2014 di Bali. Dalam festival sastra Internasional ini, saya dikenal sebagai penulis pemenang penghargaan Nasional.

Untuk meraih pencapaian-pencapaian sederhana tersebut, saya perlu ‘berdarah-darah’. Saya berasal dari pelosok Sumatera Barat. Saya tidak berasal dari keluarga penulis/sastrawan. Sebelum saya terpilih sebagai penulis emerging Indonesia UWRF, bisa disebut keluarga tidak setuju. Pendidikan di daerah saya pun masih terbelakang. Saya harus terbang ke Yogyakarta untuk mengejar ketertinggalan dalam pendidikan dan berjuang menjadi penulis.

Meski belum sukses menjadi milyuner di usia 24 tahun, saya tidak kecewa. Bagimanapun, saya meraih 'sukses pribadi’. Suatu hari nanti, saya yakin menjadi milyuner. Menjaga api impian dari titik nol; menganugerahi saya keteguhan, kesabaran, rasa syukur, dan iman; inilah yang membuat perbedaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline