Lihat ke Halaman Asli

Cinta dan Cita

Diperbarui: 27 Januari 2024   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

  Lukisan bulan sabit yang indah terlihat dari wajah Wijoyo, setelah sekian tahun lamanya ia dapat menikmati sawah dan kebunnya sendiri tanpa campur tangan orang lain bahkan bangsa lain. Sudah beberapa tahun terakhir ini Wijoyo selalu berucap syukur pada Tuhan, ia masih belum bisa sepenuhnya memaafkan keberingasan Belanda dan Jepang kala itu. Peperangan dari ia lahir hingga mempunyai anak. Perjuangan pemberontak membuahkan hasil yang memuaskan, walaupun makan saja masih susah. Memang Wijoyo mempunyai sawah lebih dari satu, tapi untuk makan begitu susah.

"Le maem karo sego jagung sik ya, berase entek." Ucap Wijoyo kepada putranya, Jagad.

  Jagad adalah putra ke tiga Wijoyo dalam Bahasa Jawa tri (tiga). Jagad adalah anak lelaki yang paling cerdas, kreatif, ceria, pelawak dan pendongeng. Ia sangat menyukai cerita-cerita sejarah, legenda dan agama. Ia adalah satu-satunya anak lelaki Wijoyo yang tinggi badannya lebih tinggi ketimbang saudaranya yang lain. Namun, di umurnya yang sudah 20 tahun lebih ini belum menemukan kekasih hatinya. Hal ini yang membuat Wijoyo khawatir terhadap putranya itu.

"Mboten nopo-nopo Pak," jawab Jagad. “Dulu wae pas Londo masih ada di Indonesia hidup kita lebih nelangsa Pak.” Sambung Jagad.

"Makasih Le, sudah ngertiin Bapak. Le apa kamu masih melanjutkan perang mu di Ambarawa?" Tanya Wijoyo sedikit khawatir, bagaimana tidak khawatir rekan seperjuangan anaknya juga anak dari sahabatnya pulang hanya namanya saja pekan lalu. Ajino namanya, usianya lebih tua 3 tahun ketimbang Jagad. Ia gugur saat perang, padahal istrinya sedang mengandung anak pertamanya. Ia bukan hanya rekan seperjuangan Jagad, tetapi ia juga teman masa kecilnya. Masa kecil dengan penuh pertumpahan darah bahkan hingga ia sudah sedewasa seperti sekarang ini Tanah Air yang ia cintai masih berjuang.

"Iya Pak, Jagad harus tetep berjuang. Doa ne nggih Pak." Jawab jagad dengan wajah yang menunduk ke bawah. Ia sudah menebak bahwa Bapak akan sangat khawatir saat ia pergi berperang, apalagi Ibu, tapi saat percakapan antara lelaki paruh baya dan lelaki muda pagi itu untuk tidak ada Ibu di sana. Ibu adalah orang yang paling khawatir dengan Jagad.

  "Pesene Bapak tetep jaga salat lan ngajine Le." Pesan Wijoyo kepada putranya itu. Jujur saja ia tak sepenuhnya rela melepas anaknya itu untuk turun ke medan perang. Jagad adalah anak yang paling dekat dengan Bapak dan Ibu, jadi wajar saja Bapak begitu khawatir dengan Jagad.

(Lanjut part 2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline