Antrian berjubel di salah satu sudut jalan veteran Jakarta, tetapi bukan karena ada pelayanan publik atau dibukanya bursa lowongan kerja. Ini tentang antrian di Ragusa Italia, satu-satunya kedai es krim terkemuka yang rasanya sudah melegenda.
Tidak seperti biasanya, perjalanan mengelilingi ibukota hari ini benar-benar menguras tenaga. Menikmati minggu pagi di ibukota setelah satu jam dari Bogor membuat benar-benar dahaga. Keliling kota jadi rutinitas saat Magang di kampus IPB, dua tahun silam.
Setelah menyempatkan naik MRT Jakarta, kami peserta Magang mengunjungi beberapa spot wisata di ibukota. Siang jelang waktu duhur, perjalanan menuju sudut jalan veteran. Sasarannya menuju Masjid Istiqlal.
Rasa penasaran tak kunjung berakhir saat melihat antrian berjubel. Ruko yang bertuliskan "Ragus Italia" menahan saya, pak Erwin dan Bu Pamona. "Ternyata kedai es krim", sahut saya setelah melihat satu dua bocah keluar kedai membawa sekotak es krim vanila.
Es krim tentu menjadi pemikat saat perjalanan sejak pagi dari Bogor benar-benar dilakukan tanpa kendaraan. Dari stasiun kami jalan kaki mengintari pusat kota, hingga tak terasa sudah hamper pukul 11.00 siang.
Selain memikat, es krim juga menjadi incaran untuk melepas penat. Entah mengapa, setelah mencicipi kuliner olahan susu ini, pikiran jadi tenang, persaan jadi bahagia. Lima menit berlalu saya sudah masuk ke antrian yang sebenarnya.
Mata terbelalak melihat desain art deco, hiasan pigura yang penuh di sepnajang dinding kedai Ragusa. Nuansa tempo dulu semakin hangat ketika tepat di samping saya, seorang bapak yang piawai mengalunkan lagu lawas dengan gitar yang sepertinya juga sudah seperempat abad.
Di sela-sela antrian saya tak diam. Kesempatan mengantri menjadi ruang untuk membuka percakapan, saya penasaran. Cici yang berada di depan saya memberikan beberapa informasi tentang kedai ini. "kedai tertua, yang tak pernah sepi pembeli apalagi di hari libur seperti ini, ungkapnya".
Ragusa Italia konon merupakan salah satu pelopor es krim di ibukota. Kedai yang telah hadir sejak tahun 1932 ini menjadi salah satu idaman pembeli. Betapa tidak, cita rasa es krim yang dipertahankan sejak lama menjadikan pembeli tak hanya berkunjung untuk membeli saja juga semacam merayakan kerinduan dan tentunya sekaligus bernostalgia.
Anak-anak, orang tua juga terlihat sedang asik-asiknya menikmati es krim ini di kursi rotan yang berada tepat di sebelah antrian Panjang ini. Ada yang memesan menu es spageti dan banana split. Dari namanya sudah terbayang bagaimana lembut dan manisnya.