Lihat ke Halaman Asli

Sulasmi Kisman

Warga Ternate, Maluku Utara

Mama dan Warung Nasi yang Menghidupkan

Diperbarui: 7 Desember 2020   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warung Nasi Mama

Jarum jam belum mengarah ke angka 6, baru selesai subuh tetapi dapur sudah mengepul. Mama biasanya bangun sebelum subuh, mempersiapkan segala sesuatu di dapur. Setelah itu shalat dan bersiap-siap ke pasar.

Papa yang biasanya mengantarkan mama. Mengapa harus pagi-pagi sekali memasak? Mengapa harus pagi-pagi sekali ke pasar? Sudah sejak medio 1991 mama berjualan nasi. Rutinitas memasak pagi dan pergi ke pasar pagi sudah dijalani mereka hampir tiga dekade ini.

Di masa itu tahun 1991, papa dan mama berkomitmen untuk hidup bersama. Pilihan yang cukup berat sebenarnya karena papa masih kuliah semester tiga. Membuka warung adalah cara  mencari peruntungan untuk membiayai hidup sehari-hari. Cerita ini saya dengar dari penuturan langsung keduanya.

Saat memutuskan untuk menikah secara otomatis biaya kuliahpun harus dicari sendiri. Mama memilih untuk tidak melanjutkan studi. Hanya papa saja. Dari modal pinjaman teman sebesar Rp. 50.000 ribu, mama memberanikan diri membuka warung nasi. Lokasi yang berada di sekitar kampus membuat mama yakin bahwa usaha ini akan membawa peruntungan.

Selang setahun berjalan usaha warung nasi mama mengalami kemajuan. Dari keuntungan yang didapat mama bisa memperluas warung meskipun berbahan papan. Mulanya hanya bermodalkan lemari makan kecil dan beberapa kursi plastik serta dua buah meja kayu di bawah terpal. Di waktu yang sama pun sudah bisa membeli kulkas.

Ruangan warung yang baru tentu bisa membuat pengunjung lebih nyaman. Kulkas digunakan untuk menyimpan bahan makanan. "Kalau so ada kulkas itu aman" ungkap mama saat bercerita. Ketika memiliki kulkas mama bisa ke pasar 2 atau 3 kali sehari. Jika tidak ada maka hampir setiap harinya. "Kalau ikan murah bisa beli agak banyak simpan di kulkas," begitu ditambahkannya.

Keuntungan berjualan nasi memang tidak seberapa. Maka dari itu perlu manajemen yang baik. Saat bahan makanan harganya murah dari biasanya kita bisa membeli lebih kemudian menyimpannya di lemari pendingin. Jadi berjualan nasi bukan hanya membutuhkan modal berani dan bisa masak saja tetapi juga harus punya kemampuan manajemen pengolahan bahan makanan yang baik.

Dari berjualan nasi, mama bisa menghidupkan keluarga. Paling tidak biaya makan sehari-hari sudah bisa disiasati dengan mengambil makanan di warung. Mama sering bilang "makan apa adanya saja". Artinya untuk makan tidak perlu yang mewah atau mahal.

Bubur Menu Sarapan Pagi

Jika membeli ikan segar misalnya, daging isinya dipotong-potong untuk dijual dan kita makan potongan tulang ikannya. Biasanya mama meraciknya dengan bumbu kuah kuning atau digoreng kering kemudian di bumbu rica atau cabai. Ikan itulah yang dimakan sampai malam dengan nasi panas-panas. Atau untuk sarapan pagi misalnya kami terbiasa memakan bubur dengan garampati (abon ikan).

Sampai saya kuliah mama masih tetap berjualan nasi. Hanya berbeda lokasi. Ketika 1991 sampai 1999 usahanya di sekitar kampus UNPATI Ambon. Namun kini berpindah di depan Kampus Muhammadiyah Malut Ternate. Kami memilih pindah karena kerusuhan pecah di awal tahun 2000. Bangkit dan semangat lagi. Hingga Ternate tetap memilih berjualan nasi.

Meski hanya berjualan nasi, mama bisa menghidupkan keluarga. Saya pun adik-adik semuanya bisa bersekolah tinggi berkat usaha warung nasi mama. Dari warung nasi saya belajar banyak hal. Mama adalah sekolah pertama yang mengajarkan kegigihan dan kedisplinan serta kesederhanaan dalam menjalani kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline