Lihat ke Halaman Asli

Sulasmi Kisman

Warga Ternate, Maluku Utara

Bukan Perempuan Penulis (1)

Diperbarui: 27 September 2020   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan Perempuan Penulis (bandung.bisnis.com)

Aku tak pernah mengharapkan sastrawangi, bagiku menulis cukup membahagiakan diri, Menulis membuatku seimbang. Dengan bebas ku tumpahkan segala kesal, rasa sayang dan cinta kasih, bahkan amarah yang menyala-nyala karena sebuah pengkhiyanatan atas nama Cinta. Aku menulis maka aku merdeka" -- Dwi Laksmini

Pagi yang menawan di desa Gunung Sari, Januari 2015

Aku memandang sawah-sawah yang hijau. Sapi-sapi yang baru saja dikeluarkan dari kandangnya juga menjadi tontonan yang cukup menyegarkan. Meski di ujung jalan sana terlihat begitu gersang, pohon-pohon ditebang untuk pembangunan tol Gunung Sari-Jakarta. 

Pembangunan infrastruktur memang diorientasikan pemerintah masa kini alih-alih untuk mensejahterakan rakyat. Alasannya agar memudahkan akses pemasaran. 

Desa Gunung Sari sendiri merupakan sentra kedelai hitam, lengkuas, jahe, temulawak dan kencur. Produk-produk pertanian yang sudah dipanen memang biasanya langsung dibawa ke Jakarta. Masih di depan rumah Pak Winarno. aku dengan mudahnya tersenyum, meski hanya dengan memandang hijaunya daun-daun jagung ini.

Belum lagi ditambah gemericik air aliran irigasi serta hembusan angin pagi. "Oh Hyang Widi, sungguh sangat menyegarkan". Kebahagiaan menelisik  masuk membayar rindu. Maklum aku adalah gadis rantau. Pemerintah Maluku mengirimkan ku ke Gunung Sari untuk mengikuti pelatihan pendamping desa tani atau ternak. 

Semua bermula dari konsep yang aku tawarkan untuk desa Liang. Desa pangan segar, desa kembang dan beberapa konsep lainnya yang berkaitan dengan pengembangan desa dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai warga yang pernah bersekolah di SMK Pertanian, impianku cukup melimpah ruah. Sepertinya aku pun ingin mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai agriculture state.

Aku meyakini setiap orang punya cara tersendiri untuk menunjukkan eksistensinya. Menulis, merangkai konsep untuk pembangunan desa dan pengembangan masyarakat adalah cara sederhana yang aku pilih. Aku suka menulis, bahkan menuliskan hal remeh-temeh yang tak pernah dipikirkan orang lain. 

Seperti di malam kemarin, satu Cerpen Puasa Batin Perempuan Berkuncir, rampung. Sungguh ini adalah ide aneh yang diramu dalam rangkaian cerita. Hanya bermula dari kebiasaan adik angkat ku Mariana. 

Mariana sering menguncir rambutnya setinggi pendekar pemegang samurai. Puasa batin adalah jawan spontan Mariana pad Aghis, lelaki yang selalu mencari perhatiannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline