Perjalanan menuju Rumah Tenun
Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB) berjejer di lantai bawah rumah tenun. Benang-benang yang siap dimasukkan ke dalam gun atau sisir terlihat menjuntai mewarnai sisi ruangan produksi. Sekira pukul 14.00 WIT saya dan suami tiba di tempat produksi puta dino.
Perjalanan dimulai sekira pukul 13.18 WIT dari pelabuhan speed Bastiong, Ternate. Kurang lebih sepuluh menit speed sandar di pelabuhan Rum Tidore. Keringat dingin membasahi kulit. Maklum saja bagi saya, perjalanan menyebrangi lautan adalah hal yang menciutkan nyali.
Rumah Tenun Tidore berada di Soa Sio, bersisi batas dengan kelurahan Topo Tiga Tidore. Untuk sampai kesana membutuhkan waktu kurang lebih setengah sampai satu jam dari pelabuhan Rum. Kita bisa menyewa mobil atau menaiki angkot menuju terminal dan melanjutkan perjalanan menggunakan becak motor.
Beruntungnya kami berpapasan dengan rombongan bapak Sofyan Daud. Beliau adalah salah satu tokoh masyarakat Tidore yang memiliki kepedulian dalam pengembangan puta dino. Setelah saling sapa dan bertanya maksud dan tujuan ke Tidore, beliau dengan senang hati mengajak kami ikut bersama rombongan.
Perjalanan menggunakan mobil melewati jalan sepanjang pesisir pantai. Melalui beberapa menit perjalanan kami pun sampai di pusat kota Tidore dan bergerak ke arah kedaton kesultanan. Kami diantar langsung tepat di depan rumah tenun. Letaknya di belakang kedaton kesultanan Tidore.
Sebelum ke Tidore saya sebenarnya sudah berkomunikasi dengan ibu Anita Gathmir. Beliau adalah pengagas Ngofa Tidore atau Komunitas Anak Muda Tidore yang saat ini intens mengembangkan puta dino. Beliau jug merupakan pelopor yang berusaha menetas-hidupkan kan kembali kain tenun Tidore yang telah hilang kurang lebih 100 tahun lalu.
Mama Ita sapaannya, mengenalkan saya dengan Kak Wani. Kak Wani adalah anggota Ngofa Tidore yang dipercayakan menjadi pengelola rumah tenun bersama beberapa teman lainnya. Kedatangan kami disambut hangat. Mereka yang sebagian besar adalah remaja putri terlihat memberikan senyuman manis.
"Ada bikin apa kak?," saya memulai percakapan sembari membalas senyuman. "Ada mau isi kain di tempat pembungkus yang baru," jelas seorang perempuan yang mengenakan jilbab pashmina panjang berwarna merah maroon. Setelah saling sapa barulah saya tahu itu adalah Kak Wani.
Ternyata mereka sedang sibuk merapikan tumpukan berbagai motif puta dino. Ada yang sedang melipat dan yang lainnya mencoba memasukkan ke dalam kemasan yang baru. Selang beberapa menit kak Wani mempersilakan kami naik ke lantai atas untuk melihat kreasi puta dino di galeri pajangan.
Di lantai dua ini tersedia beberapa penggantung kain yang dirancang seperti bilik, kursi tamu dan aksesoris ruangan berbahan dasar bambu. Ada juga beberapa etalase kaca. Galeri puta dino memiliki serambi yang luas dengan pemandangan menghadap laut.