Lihat ke Halaman Asli

Sulasmi Kisman

Warga Ternate, Maluku Utara

Ketika Perempuan Membaca "Tank Merah Muda"

Diperbarui: 25 April 2020   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tank Merah Muda | dokpri

Menilik Buku Tank Merah Muda

Tank Merah Muda: Cerita-cerita yang Tercecer dari Reformasi merupakan kumpulan cerita pendek yang lahir dari hasil riset dan juga pengalaman pribadi penulis terhadap pelbagai peristiwa yang terjadi pada masa reformasi. Cerita-cerita yang dikisahkan secara apik oleh Raisa Kamila, Armadhany, Ruhaeni Intan, Astuti N. Kilwouw, Amantia Junda dan Margareth Ratih Fernandez ini layak dibaca bagi siapa saja, terutama bagi kita: perempuan.

Perseteruan dan konflik batin yang begitu menggugah rasa tersaji dalam Tank Merah Muda. Pembaca diantarkan menyusuri pergolakan perempuan dalam beberapa tempat yang berbeda dalam kurun waktu yang sama--masa reformasi. Di mana kala itu, perempuan sebagai tokoh utama harus bertarung dengan krisis moneter, konflik karena isu SARA, diskriminasi dan beragam kejadian lainnya. Sangat menyesakkan!

Raisa Kamila, perempuan yang lahir dan besar di Banda Aceh ini mengisahkan Cerita dari Belakang Wihara; Cerita dari Sebelah Masjid Raya dan Cerita dari Cot Panglima. Ketiga cerita sarat terhadap kondisi perempuan di Aceh pada masa peralihan rezim.  

"kau mau perempuan dan bayinya mati di sini?". Aku mendengar tangisan Rahma semakin kencang. Jaka menyerah, lalu menuruti perkataan laki-laki bertopi itu dan bicara kepada Rahma dalam bahasa yang tidak aku mengerti. Rahma hanya mengangguk sambil menahan tangis. (Cerita dari Cot Panglima)

Astuti N. Kilwouw menguraikan kondisi konflik di Maluku Utara dengan sangat manis melalui tiga ceritanya: Obet dan Acang di Bumi Hibualamo, Manuver Sang Tentara dan Menunggu Pulang. Bagian dari cerita merupakan penuturan yang apa adanya tentang kondisi saat dan paska kerusuhan di tanah Halmahera. Ka Toety sapaannya, merangkaikan cerita dengan penuh penghayatan. Semua mengalir merintihkan air mata. Dalam semenjana cerita perempuan jualah yang selalu menanggung derita.

Bahan makanan hampir habis. Tak ada lagi beras. Kopi, teh dan gula kian menipis. Beberapa perempuan dewasa yang masih bertahan di kampung, termasuk Yola, kemudian menginisiasi dapur umum untuk menyuplai kebutuhan pangan warga. Bahan-bahan untuk memasak seperti ubi, pisang, cabe, tomat, jeruk dan sayur-mayur diperoleh dari kebun-kebun warga yang masih ada. (Menunggu Pulang)

Amanatia Junda merangkai cerita Gonjang-ganjing Guminting; Mareni dan D-U-I-T mengisahkan kondisi perekonomian saat kerusuhan Jakarta yang berimbas hingga di Jawa Timur, pembantaian dukun santet hingga pengamatan tentang ragam karakter perempuan yang ikut terlibat dalam pemilihan kepala desa.

Orang-orang Guminting punya kepala desa baru sekarang. Seorang perempuan. Kades perempuan pertama dalam sejarah desa Guminting. Dia bernama Chusniyah. Satu-satunya perempuan yang kini menduduki peringkat pertama dalam forum ras-rasan orang sekampung. (Gonjang-ganjing Guminting)

Gedor-Gedor; Kucing Hitam dan Empal Daging; juga Lewat Pintu Belakang merupakan kisah yang digambarkan oleh Ruhaeni Intan secara gamblang. Perempuan yang menuliskan kisah perempuan Tionghoa yang mengalami ketakutan akibat kerusuhan rasial di beberapa kota yang juga berimbas di Semarang.

"Tadi pagi aku baca koran, roman-romannya kemungkinan besar di Jakarta bakal rusuh kalau situasi begini terus. Ada yang bilang orang-orang kayak kami ini nimbun barang  supaya bisa ambil keuntungan. Aduh, sedih aku nek dengar itu. Jangan sampai di Semarang rusuh." (Lewat pintu belakang)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline