Lihat ke Halaman Asli

Sulasmi Kisman

Warga Ternate, Maluku Utara

Legenda Ternate yang Melegenda

Diperbarui: 1 Juni 2018   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Arsip

Ketika membincangkan tentang Ternate pasti tak luput dari kata "sejarah", Mengapa? Banyak orang yang pernah penulis jumpai mengatakan, mereka tak asing dengan Ternate Semenjak SD mereka telah diperkenalkan oleh guru-guru mereka tentang kerajaan-kerajaan yang dulunya jaya di bumi Nusantara. Ternate, Kerjaaan Ternate adalah salah satunya. Dan kesemua informasi tersebut didapatkan dari pelajaran Sejarah, lebih dikenal dengan IPS atau Ilmu Pengetahuan Sosial ungkap mereka.

Beberapa diantara yang penulis jumpai pun katanya mengenal Ternate dari buku-buku yang mereka baca. Salah satu karya termahsyur dari Almarhum M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah (Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950). Mereka dengan leluasa bercerita tentang mitos dan legenda yang telah mereka baca:

Tiba mendaratlah di Ternate seorang Arab bernama Jafar Sadek (Jafar Noh). Beliau naik ke atas bukit bernama Jore-jore dan membangun rumahnya disana. Di kaki bukit itu terdapat sebuah danau kecil bernama Ake Santosa. Pada suatu petang ketika hendak mandi, Jafar Sadek, melihat tujuh bidadari. Kemudian Jafar Sadek menyembunyikan sepasang sayap dari salah satu bidadari. Setelah puas mandi, ketujuhnya bergegas pulang namun seorang diantaranya Nur Sifa (putri bungsu diantara ketujuh bersaudara itu) tidak dapat terbang karena sayapnya telah hilang. Karena tak punya sayap dengan terpaksa Nur Sifa tinggal di bumi dan kawin dengan Jafar Sadek. Dari perkawinan itulah lahir tiga orang anak laki-laki : Buka, Darajat dan Sahajat. 

Pada suatu hari ketika Nur Sifa memandikan si bungsu, dia melihat bayangan sayapnya yang terpantul di air. Ternyata sayapnya tersisip di atap rumahnya. Nur Sifa dengan segera mengambil sayap dan mencoba terbang sampai tiga kali tetapi selalu gagal karena si bungsu selalu saja menangis. Nur Sifa lalu menampung air susunya ke sebuah gelas dan berpesan kepada si sulung, Buka agar memberi minum pada adiknya bila menangis. Juga agar memberitahukan ayahnya bahwa ibunya telah kembali ke tempat asalnya: khayangan.

Mereka bercerita tentang legenda yang katanya mirip dengan Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari Kayangan, Dongeng anak Dunia dari Jawa Tengah. Dari cerita yang mereka temukan di buku-buku sejarah, mereka mengenal Guheba atau seekor burung elang laut yang mengantarkan Nur Sifa hingga ke kayangan. Juga tentang lalat besar (gung sang, bahasa Ternate) yang menjadi petunjuk bagi Jafar Sadek dalam memilih dengan tepat istrinya, Nur Sifa di hadapan paduka Raja.

Ternate dan sejarahnya yang melegenda menjadi literasi untuk semua. Mulai Sabang sampai Merauke, dari Nias hingga pulau Rote. Dari barat Indonesia mereka mengenal Ternate yang dulu berpengaruh di nusantara.

Demikianlah kerajaan Ternate menanamkan pengaruh dan kontrolnya atas Ambon dan bagian barat pulau-pulau Seram. Pada abad ke-16 domonion Ternate akhirnya membentang dari Mindanao di utara hingga Flores di selatan, dari Sulawesi Utara (Manado, Gorontalo dan Kepulauan Sangir Talaud) hingga pantai timur Sulawesi tengah (Kayeli, Tobungku, Banggai) dari patai timur Sulawesi Selatan (Buton) hingga Seram Barat dan Banda.

Tak hanya tentang legenda mereka juga bercerita kepada saya bahwa mereka mengenal Ternate karena perdagangan rempah-rempahnya. Mereka menyatakan dengan tegas bahwa Ternate kami kenal karena rempah-rempahnya: Cengkeh dan Pala. Bukankah itu yang mengundang Portugis, Spanyol hingga Belanda merapat dan bersemayam disana? mereka pun melemparkan tanya.

Mereka kembali membuka lembaran-lembaran ingatan yang terekam dari buku-buku yang mereka baca:

Sejak kesultanan Ternate berada di bawah VOC hingga bubarnya perusahaan dagang tersebut tersirat makna penting bahwa kesultanan Ternate pernah mencatat prestasi sebagai ibukota Nederland indie dan menjadi tempat kedudukan tiga gubernur  jendral pertama VOC, masing-masing Pieter Both (1610-1614), Gerard Reynst (1614-1615) dan Dr. Laurens Reael (1616-1619).

Di pulau kecil Ternate, terjadi peristiwa-peristiwa besar lainnya yang menentukan eksistensi penjajahan sebuah kekuasaan asing besar pada zamannya, yaitu masuk dan terusirnya Portugis dari Maluku, berbagai pertarungan perebutan kekuasaan asing -- Portugis, Spanyol dan Belanda. Di samping itu, persaingan politik lokal, khususnya antara Ternate dan Tidore, juga menghiasi lembaran sejarah Ternate.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline