Aku kerap kali gemar menganalisa disekeliling ku, sembari bertanya-tanya. Mengapa para khalayak dengan gegap gempitanya berlomba-lomba mencari sebuah pembelaan dan pembenaran dari orang lain, dan entah kapan akan berakhir.
Aku teramat tidak ingin menjadi seperti khalayak-khalayak yang pada umumnya, mencari-cari sebuah pembelaan ataupun pembenaran dari orang lain. Semata-mata hanya untuk terlihat baik dan benar dimata orang lain, ataupun baik dan benar dalam penilaian orang lain, mungkin saja bagi khalayak hal demikian menjadi jaminan yang baik untuk masa depannya kelak.
Apabila engkau salah, akui saja kesalahan itu. apabila engkau benar jangan terlalu bermuluk-muluk apalagi mengolok-olok atas kesalahan orang lain tidak perlu banyak bicara, bicaralah secukupnya saja. Apabila engkau melakukan hal demikian kepada orang lain, sama halnya engkau melakukan itu terhadap dirimu sendiri, sebab ia saudara mu, "aib saudaramu ialah aib mu juga".
Dan walau sekalipun engkau benar, namun dimata orang lain salah, terimalah dengan lapang dada. Jadikan sebuah bahan untuk engkau melakukan sebuah perenungan dan bermuhasabah dirimu.
Rasa-rasanya di dunia yang fana dan penuh dengan gegap gempita ini, saya pikir banyak bekal yang dapat kita peroleh saat-saat kita menjalani kehidupan kita sehari-hari, dan bekal-bekal itu adalah sebagai bahan yang akan kita olah di dalam sebuah perenungan kita, menggali segala hal di kedalaman diri kita atau di dalam jagat kecil.
Lagi pula untuk apa sama-sama ingin terlihat benar, sama-sama keras kepala, ego yang teramat tinggi. Perihal antara salah dan benar saja kok repot, "salah belum tentu salah, dan benar belum tentu benar".
Sampai pada akhirnya aku sadar, aku tidak ingin terpaku dan berharap atas pembelaan dan penilaian dari orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H