Lihat ke Halaman Asli

Sulaiman Nabiyan Ali

Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Tumbuh di Dalam Penderitaan dan Tangisan

Diperbarui: 28 November 2023   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulaiman Nabiyan Ali

Ada salah seorang anak yang bernama Shankara, ia lahir dikeluarga yang sangat miskin. ia adalah anak ke 5 dari 7 bersaudara, Shankara beserta keluarganya sepanjang waktu selalu hidup di dalam penderitaan, penderitaan dalam segala hal.

Sepanjang waktu, selalu saja Shankara mendengarkan rintihan-rintihan penderitaan dari keluarganya sendiri, serta tangisan-tangisan. Tangisan-tangisan yang membuat air mata keluarganya berceceran dimana-mana, dan sesekali Shankara pun menangisi itu semua saat ia sedang sendiri. Sebab, Shanakara tidak ingin sampai dilihat oleh keluarganya saat ia sedang menangisi itu semua.

Tentu saja Shankara tidak tega melihat dirinya beserta keluarganya yang selalu menderita sepanjang waktu. Kerap kali Shankara tidak terima dengan keadaan yang seperti itu, yang selalu menerpa dirinya, Shankara tidak sanggup lagi atas segala penderitaan itu. Tiba-tiba muncul di dalam benak Shankara, sebuah pertanyaan yang dilontarkan kepada tuhan; Oh tuhan mengapa aku terlahir di keluarga ini, keluarga yang penuh dengan penderitaan seperti ini, aku tidak sanggup atas segala penderitaan ini tuhan.

Warga sekitar tentu saja semuanya memiliki mata dan telinga, namun mereka hanya sekedar melihat dan mendengar saja, tidak lebih dari itu. Kerap kali mereka melihat, namun dengan hati yang sangat tegaan untuk berpura-pura tidak melihat. Kerap kali mereka mendengar, namun lagi dan lagi dengan hati yang sangat tegaan untuk berpura-pura tidak mendengar. Sebab, tidak banyak yang ingin benar-benar melihat dan mendengarnya dengan tulus.

Shankara seketika berpikir bahwa para warga di kampungnya sedang mengalami miskin cinta dan kasih antar sesama. Shankara menjalani hari demi hari dengan hati yang teramat terpaksa untuk tetap berdiri dan untuk tetap hidup, di dalam penderitaan dan tangisan itu. Sebab Shankara tidak ingin mati konyol di dalam penderitaan dan tangisan itu.

Dan akhirnya Shankara beranjak remaja. pada suatu ketika, Shankara mulai merasakan tenang untuk menyendiri di tempat ibadah, di sebuah hutan, sawah, gunung, pantai, ladang dimanapun tempat yang sunyi jauh dari keramaian, Shankara merenungi segala problematika penderitaan dirinya beserta keluarganya yang tidak kunjung usai.

Segala problem-problem yang tidak kunjung usai beserta penderitaan dan rasa sakit yang menerpa dirinya beserta keluarganya, Shankara menjadikannya sebagai bahan untuk ia melakukan sebuah renungan yang sangat mendalam. Lambat laun, Shankara semakin gemar untuk menyendiri sembari bermuhasabah didalam kesendiriannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang anak remaja yang bernama Shankara, secepat itu didewasakan oleh penderitaan dan tangisan, keadaan lah yang mengajarkan Shankara banyak hal dan membuat Shankara tumbuh lebih dewasa walaupun sebelum waktunya untuk dewasa.

Shankara tumbuh sebagai pemuda yang penuh dengan cinta kasih antar sesama, walaupun Shankara tumbuh di dalam keluarga yang kurang akan kasih sayang, namun hal itu bukanlah sebagai alasan untuk ia membenci antar sesama, dan juga bukanlah alasan untuk tidak menyebarkan cinta kasih antar sesama.

Sebab, ia tidak menjadikan penderitaan dan tangisan itu sebagai suatu masalah, namun Shankara menjadikan penderitaan dan tangisan itu sebagai peluang. Yaitu, peluang untuk ia memahami segala kesalahan-kesalahan yang terdahulu, dengan ia mengetahui bahwa hal demikian salah, maka kesalahan itu tidak semestinya Shankara lakukan di masa yang mendatang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline