Lihat ke Halaman Asli

Hybrid Journalism, Bikin Bangga Jurnalis Warga

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_136419" align="alignleft" width="300" caption="Kompasianer, Kompasiana, dan KOMPAS.com berkolaborasi"][/caption] Dunia jurnalistik, bagi saya memang sesuatu yang penuh tantangan. Terlebih lagi, dengan inovasi tekniknya: hybrid journalism! Saya melihat peluang yang bagus untuk Kompasianer, dalam mengoptimalkan kemampuan pemberitaan melalui upaya kolaboratif antara Jurnalis warga dengan Jurnalis Profesional. Hari ini, misalnya, Kang Pepih memposting reportase berjudul Hybrid Journalism? Inilah Bentuk Yang Mendekati Sempurna!. Jujur saja, saya tersanjung dengan komentarnya terhadap laporan yang saya tulis di Kompasiana tentang Rektorat UIN SGD Bandung Minim Apresiasi Sastra. Kang Pepih mengemas laporan saya ini, menjadi berita di KOMPAS.com, hari Jumat (14/10) berjudul Rektorat UIN SGD Hanya Bisa Berangkatkan Satu Mahasiswa.

Kendati, tidak seutuhnya berita di KOMPAS.com itu menggunakan atas nama saya. Lebih senang saya rasa, sebab saya bisa menjadi sumber pemberitaan. “Ini sebuah berita baru, judul baru, lead baru, dengan badan berita yang benar-benar baru. Si pelapor (Sukron) saya jadikan sumber, sementara sumber lain sebagai bagian dari cek silang atau cover both side dilakukan dengan cara menelepon langsung rektor atau pembantu rektor yang berhubungan dengan mahasiswa. Darimana memperoleh akses telepon, ya dari si pelapor itu sendiri. Hasilnya, sungguh berita yang baru sama sekali, dan itu berita mainstream, bukan lagi berita warga,” ujar kang Pepih dalam saat rapat manajemen KOMPAS.com, Senin (17/10).

Warga dapat menjadi wartawan, yang melaporkan peristiwa, kejadian, dan hasil liputan. Dengan teknik “Hybrid Journalism”, kang Pepih, berupaya menjembatani antara warga dengan media mainstream, salah satunya menyediakan akun khusus di Facebook dengan nama Pepih for Journalism Project. "Dengan akun itu, hanya Kompasianer yang menitipkan reportasenya saja yang akan di-hybrid, lainnya tidak. Itupun yang memenuhi unsur dan nilai berita. Jadi, project itu akan berlaku selektif, tidak asal hybrid. Tidak bisa dipaksakan, kalau ada satu ya satu saja yang di-hybrid setiap harinya. Jika tidak ada yang memenuhi kriteria, ya sudah nihil dan tak usah dipaksakan." Tulisnya.

Hal ini pernah diungkapkan oleh Pemimpin Redaksi HU Pikiran Rakyat, ketika tulisan saya berjudul Penggalian Pasir di Gunung Guntur Harus Dihentikan naik pangkat di KOMPAS.com. "Praktik Hybrid Journalism dipraktikkan beberapa media di Amerika Serikat. Selain terkandung kelebihan, juga ada sejumlah kekurangan. Berita-berita dengan menggunakan teknik Hybrid Journalism itu cepat tetapi kurang akurat. Makanya diperlukan semacam political will dari pihak media mainstream untuk membangun jaringan dengan warga." Ujarnya.

Akan tetapi melihat kerja keras dan inovasi yang dicetuskan Kang Pepih, saya optimis bahwa KOMPAS.com maupun Kompasiana dapat meminimalisasi kelemahan tersebut. Dunia kepenulisan dan jurnalistik berkembang dengan melahirkan sejumlah peluang. Maka, gagasan pembuatan microsite “Hybrid Journalism” layak diapresiasi oleh setiap kompasianer. Sebab di dalam media ini, saya pikir, akan menciptakan peluang kolaborasi antara warga dan pihak media. Projek kolaborasi ini, sejatinya dibarengi dengan kursus "Hybrid Journalism" yang diselenggarakan KOMPAS.com atau Kompasiana. Dengan demikian, akan terbangun pemahaman integral tentang kaidah-kiadah jurnalistik dalam diri Kompasianer. Selain itu juga, perlu dibentuk -- melalui microsite Hybrid Journalism -- kebiasaan berjejaring (kompasianer dengan Hybrid editor), sehingga dapat memanfaatkan media sosial untuk melakukan proses jurnalistik pemberitaan. Inilah yang disebut dengan Projek Pemberitaan yang menyertakan warga dalam mengetengahkan informasi di sebuah media mainstream.

Dengan inovasi teknikal di dunia kepenulisan ini, saya apresiatif bentuk kolaborasi warga dengan jurnalis untuk dapat diwujudkan dalam bentuk media baru. Salah satunya MICROSITE Hybrid Journalism di Kompasiana atau di KOMPAS.com. Kalau sudah ada medianya, cita-cita saya menjadi jurnalis, sedikit-sedikit akan terwujud juga. "Di sisi Newsroom, (di ruang keredaksian), terbuka peluang untuk menaikkan derajat moderator/admin Kompasiana menjadi jurnalis dan kemudian editor “hybrid”." pungkas Kang Pepih.

Hybrid Journalism! Memang bikin bangga jurnalis warga seperti saya. Terima kasih...atas inovasi dahsyat di dunia kepenulisan ini. Mari kita dukung rencana pembuatan MICROSITE Hybrid Journalism ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline