Lihat ke Halaman Asli

Sedekah Generasi 2.0

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BENCANA alam, ketidakadilan hukum, dan persoalan kemanusiaan lainnya di muka bumi, kini bukan hanya masalah sebuah komunitas lokal saja. Ketika Prita Mulyasari mendapatkan penindasan hukum, gerakan mendukung dari blogger, facebooker, dan warga melek internet lainnya mengalir deras. Mereka mampu menjadi influencer (orang yang memengaruhi) masyarakat untuk melakukan aksi pembelaan.

Aksi mereka tentunya membuahkan hasil. Kini, Anda pun tahu Prita sudah bebas dari tuntutan hukum perdata dan pidana yang dilayangkan RS OMNI-International. Satu hal yang menarik dari generasi melek internet ikhwal dukungan. Tak hanya moril. Terbukti, dalam beberapa pekan saja gerakan koin keadilan untuk Prita berhasil mengumpulkan ratusan juta rupiah.

Ketika negeri Haiti terkena gempa berkekuatan 7,3 Skala Richter dengan kedalaman 10 KM dibawah permukaan laut (dpl). Kita disuguhi kembali penggalangan dukungan moral dan materil melalui jaringan internet. Palang Merah Internasional misalnya, dalam tiga hari (12-14 Januari), berhasil mengumpulkan dana sumbangan sebesar 2 juta dolar AS (Rp. 18,4 miliar). Korban bencana gempa di Haiti menurut data sementara, sekitar 45-50 ribu penduduk tewas dan 3 juta warga terancam tidak mendapatkan tempat tinggal. Peristiwa ini juga memicu facebooker mengupdate statusnya untuk mendukung warga di Haiti. Termasuk beberapa artis yang berasal dari negeri tersebut.

“Influencer”

Fenomena di atas adalah satu dari sekian bentuk “sedekah generasi 2.0”. Tim O’Relly menyebut web 2.0, sebagai web generasi kedua yang melibatkan partisipasi pembaca. Di dunia jurnalistik, kita akan mengenal istilah “Citizen Journalism”, “netizen”, “participatory journalism”, “blogger”, atau apa yang di negeri kita lebih dikenal dengan jurnalis warga. Maka di dunia nyata, ketika terjadi bencana atau ketidakadilan perlakuan hukum, para influencer tak kenal lelah meggalang sebuah kampanye dukungan atau sedekah. Inilah yang disebut sebagai gotong royong bersama yang digalang pengguna internet untuk menanggulangi permasalahan di sebuah daerah.

Dinding penghalang seakan runtuh karena setiap orang meskipun dipisahkan benua akan mendapatkan informasi sekitar beberapa menit setelah bencana terjadi. Sehingga distribusi bantuan materil, makanan, minuman, dan yang lainnya dapat lebih cepat sampai tujuan. Bandingkan dengan zaman dahulu ketika terjadi bencana alam, mungkin setelah beberapa hari sejak kejadian bantuan baru datang. Dalam bahasa lain, sedekah generasi 2.0 kini tengah melawan anggapan bahwa internet merupakan komunikasi artifisial yang melahirkan kehidupan artifisial.

Gerakan sedekah lewat jejaring sosial seperti facebook, dukungan via Twitter, SMS mobile, dan segala bentuk transaksi elektronik merupakan pesan internet bukan komunikasi artifisial. Hal ini mengindikasikan, dunia maya telah melakukan perubahan dalam realitas sosial kemasyarakatan. Betul juga apa yang dikatakan Marshal McLuhan, dalam buku Understanding Media (1964: 248), bahwa teknologi media berhasil mentransformasi masyarakat di dunia jadi sebuah satuan komunitas global tanpa dinding pembatas.

Pun begitu ketika terjadi bencana alam dan bencana kemanusiaan lainnya, internet telah menjadi kebutuhan yang melebihi makanan dalam berderma. Daripada menyumbang makanan, generasi 2.0 lebih leluasa berdonasi secara elektronik. Dengan mengirimkan sejumlah uang ke nomor rekening tertentu, bantuan akan cepat disalurkan. Bahkan, sedekah hari ini telah menjadi sebuah pesan singkat (SMS) dengan cara mengetik kode tertentu dan akan mengurangi pulsa sekitar 5 ribu sampai 10 ribu, tergantung kesepakatan pencari donasi dan penyumbang.

Kemajuan TIK

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sewajibnya dipandang sebagai peluang oleh lembaga kemanusiaan. Mereka perlu melakukan konvergensi dengan berbagai media teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ketika terjadi sebuah bencana kemanusiaan. Di dunia maya (cyberspace), menurut Tracy LaQuey (1997), perbedaannya dengan media komunikasi dan informasi konvensional, adalah tingkat interaksi dan kecepatan yang dapat dinikmati pengunjung untuk mengakses pesan dan menyebarkan kepada khalayak.

Tidak ada medium yang memberi setiap penggunanya kemampuan komunikasi dan mengakses informasi secara cepat oleh ribuan orang. Internet, katanya, ibarat cairan yang terus berubah, sehingga ketika konten website tampil, pelbagai pandangan berbeda akan terjadi dalam konteks komunikasi dunia maya. Termasuk bersedekah secara elektronik. Berbeda secara teknis, namun memiliki nilai yang sama dengan bersedekah secara konvensional. Bahkan lebih praktis, cepat, dan tidak berbelit-belit. Kenyataan inilah yang tak boleh kita sangkal karena di era Cyberspace, uang akan berubah menjadi kode-kode digital (elektronik) yang tak terpikirkan sebelumnya. Inilah yang dinamakan dengan era sedekah digital!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline