Genderang kompetisi politik pilpres semakin riuh ditabuh. Masing-masing kubu saling sengit menyerang dan mengelak. Jurus-jurus diplomasi dan taktik adu eksistensi gencar dilakukan. Seringkali terlihat overdosis, padahal masa kampanye resmi belum dimulai. Tetapi inilah riil politik praktis negeri ini.
Salah satu pihak menyerang dengan kampanye negatif tanpa data, dibalas sengit pihak lainnya dengan memamerkan bukti nyata hasil kerja. Satu pihak mengumbar janji, pihak yang lain menebar bukti. Inilah 'tontonan' tahun politik yang kian memanas.
Sebagai pelawan, kubu Prabowo memang harus jeli melihat kelemahan atau kekurangan pemerintahan Jokowi. Harus lihai menggoreng persoalan yang ada di masyarakat. Jangan hanya asal mengumbar nyinyir apalagi fitnah yang tentu saja tanpa fakta.
Prabowo memiliki beberapa rekam jejak yang kurang harum di masa lalu, ini menjadi PR yang tidak mudah bagi para 'kampreter' maupun tim suksesnya sekali pun. Meski Sandiaga Uno relatif muda dan terkesan milenial, tidak otomatis mampu menarik suara pemilih muda, apalagi yang tinggal di luar Jawa. Apabila dia dianggap sebagai sosok yang sukses sebagai pengusaha, belum tentu dia mampu menangani ekonomi makro sekaliber Sri Mulyani.
Para kampreter jangan berharap isu ekonomi mampu menggantikan isu agama, yang tampaknya agak sulit digaungkan lagi seperti saat pilkada DKI yang lalu. Isu ekonomi kubu Prabowo baru sebatas janji dan mungkin juga ilusi.
Di kubu Joko Widodo, sebagai petahana jangan hanya bersikap defensif tetapi harus ofensif juga. Tim sukses Jokowi, secara khusus para 'cebonger', jangan terpancing dengan kampanye negatif pihak seberang. Jangan berperilaku beringas dan cepat panas dalam menanggapi kegarangan kubu lawan.
Dipilihnya Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi harus disikapi secara bijaksana. Memang dia relatif tidak muda lagi dalam usia, terkesan kurang milenial, namun merupakan pilihan yang tepat untuk meredam isu agama yang mungkin ditiupkan lagi oleh pihak Prabowo.
Para cebonger meski dituntut untuk ofensif namun juga harus senantiasa bersikap sabar, sederhana dan lembut hati seperti sikap presiden Jokowi. Berprinsip seperti pepatah jawa 'menang tanpa ngasorake', menang tanpa harus dengan mempermalukan pihak lawan.
Sebagai pihak petahana, para cebonger semestinya memelihara suasana kondusif. Para juru bicara yang sudah dipersiapkan harus secara bijak menyikapi dengan lembut situasi yang kian memanas. Menunjukkan hasil kerja petahana tidak dengan kepongahan tetapi dengan kerendahan hati.
Media sosial harus digunakan secara optimal dan jangan meyebar hoax. Informasi bohong dan menyesatkan masyarakat hanya akan menjadi bumerang apabila diterapkan. Berbagi perilaku bijak dan merangkul rakyat lewat media apa pun akan menjadi sarana yang efektif untuk meraih simpati.
Selamat berkompetisi secara santun dan bijak, para cebonger dan kampreter. Masa depan bangsa dan negara ini jangan dibuat permainan. Merdeka !