Kematian adalah salah satu peristiwa paling mendalam yang kita alami, dan meskipun sebagian besarnya masih misterius, penelitian ilmiah secara bertahap mengungkap apa yang terjadi di dalam tubuh dan otak kita selama saat-saat terakhir ini.
Selain proses fisik penghentian tubuh, para peneliti mempelajari lebih lanjut tentang peristiwa neurokimia dan neurologis yang dapat membentuk pengalaman sadar terakhir kita. Berikut ini adalah tinjauan ilmiah di balik apa yang terjadi saat kita meninggal, mulai dari kerusakan fungsi tubuh hingga kemungkinan aktivitas otak bahkan setelah kematian klinis.
Proses Fisik Kematian: Penghentian Bertahap
Kematian terjadi saat tubuh tidak dapat lagi mempertahankan fungsi pentingnya, biasanya dimulai dengan kegagalan organ-organ penting seperti jantung, otak, dan paru-paru. Saat jantung berhenti berdetak, sirkulasi darah terhenti, dan organ-organ kekurangan oksigen.
Otak, yang sangat bergantung pada oksigen, adalah salah satu organ pertama yang terpengaruh, dan dalam hitungan menit, sel-sel otak mulai memburuk secara permanen.
Setelah pasokan oksigen berhenti, tubuh berubah dari kematian klinis (berhentinya detak jantung dan pernapasan) menjadi kematian biologis, di mana sel dan jaringan mulai rusak. Ini adalah bagian alami dari proses dekomposisi dan terjadi dalam beberapa tahap:
- Autolisis: Tahap ini dimulai dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah kematian. Akumulasi karbon dioksida membuat lingkungan sel menjadi asam, yang menyebabkan enzim memecah struktur sel dari dalam.
- Pembusukan: Bakteri dalam tubuh yang dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh selama hidup kini mulai memecah jaringan, menghasilkan gas yang menyebabkan tubuh membengkak dan mengeluarkan bau. Fase ini menandai kerusakan jaringan yang paling nyata dan intens.
- Rigor Mortis: Pengerasan otot ini biasanya terjadi sekitar dua hingga enam jam setelah kematian, mencapai puncaknya sekitar 12 jam. Kurangnya energi mencegah otot rileks, yang menyebabkan pengerasan ini, dan setelah sekitar 48 jam, otot-otot tubuh mulai rileks saat kerusakan jaringan berlanjut.
Faktor lingkungan, seperti suhu, kelembapan, dan keberadaan serangga, secara signifikan memengaruhi laju dekomposisi, yang akhirnya menyebabkan skeletonisasi.
Aktivitas Otak dan Kesadaran Setelah Kematian: Lonjakan Energi
Menariknya, meskipun tubuh dengan cepat kehilangan fungsi setelah kematian, ada bukti peningkatan aktivitas otak pada saat-saat setelah kematian klinis. Penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa otak mengalami lonjakan aktivitas singkat tepat setelah jantung berhenti.
Dalam sebuah studi tahun 2013, para ilmuwan mengamati bahwa dalam waktu 30 detik setelah serangan jantung pada tikus, terjadi peningkatan yang nyata dalam osilasi saraf yang tersinkronisasi, mirip dengan yang terlihat selama kondisi kesadaran yang meningkat, seperti meditasi yang intens atau kondisi mimpi tertentu.