Lihat ke Halaman Asli

Suko Waspodo

Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Ubah Harapan Anda: Mengapa Mengejar Kebahagiaan dalam Hubungan Dapat Menyebabkan Kekecewaan

Diperbarui: 27 September 2024   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: IDN Times

Kesalahpahaman tentang Kegembiraan yang Konstan

Wawasan Utama

  • Masyarakat mempromosikan kebahagiaan sebagai tujuan utama hubungan, sehingga menciptakan harapan yang tidak realistis.
  • Manusia itu kompleks, memiliki lanskap emosional unik yang tidak selalu selaras.
  • Kepuasan sejati datang dari merangkul kegembiraan dan perjuangan, daripada terus-menerus mencari kebahagiaan.

Di dunia saat ini, banyak orang percaya bahwa jika mereka tidak bahagia dengan pasangan intim mereka, ada sesuatu yang salah secara mendasar. Kepercayaan ini berasal dari narasi masyarakat---film romantis, sorotan media sosial, dan cerita budaya---yang semuanya menunjukkan bahwa kebahagiaan adalah puncak dari hubungan yang sukses. Gambar-gambar ini menggambarkan cinta sebagai keadaan kegembiraan yang tak berujung, sehingga tampak seperti kebahagiaan harus menjadi latar belakang yang konstan dari setiap hubungan. Namun, idealisasi ini lebih banyak menimbulkan kerugian daripada kebaikan, membuat orang kecewa ketika kenyataan tidak sesuai dengan dongeng.

Meskipun kebahagiaan merupakan bagian yang indah dari sebuah hubungan, hal itu seharusnya bukan tujuan utama atau satu-satunya. Hubungan adalah sebuah perjalanan, bukan keadaan bahagia yang terus-menerus. Sebagai makhluk yang rumit secara emosional, kita semua memiliki saat-saat gembira dan saat-saat sulit, dan bagian dari pertumbuhan yang sehat berarti menjalani keduanya bersama-sama. Berikut adalah tiga alasan mengapa mengejar kebahagiaan sendirian dalam hubungan Anda dapat membuat Anda merasa lebih terputus dan frustrasi.

1. Kebahagiaan Itu Cepat Berlalu, Tidak Dijamin

Memasuki hubungan dengan harapan untuk merasa bahagia sepanjang waktu dapat mengaburkan batas antara kepuasan dan kebahagiaan. Mudah untuk membingungkan keduanya, tetapi keduanya berbeda. Kebahagiaan sering kali bersifat reaktif, dipengaruhi oleh peristiwa eksternal seperti kencan yang menyenangkan atau sikap penuh perhatian dari pasangan Anda. Namun, kebahagiaan tidak selalu berkelanjutan---kebahagiaan itu pasang surut seiring pasang surut kehidupan. Hari yang buruk di tempat kerja, tekanan keluarga, atau bahkan tantangan biasa seperti kemacetan dapat memengaruhi suasana hati Anda dan, akibatnya, bagaimana perasaan Anda dalam hubungan Anda.

Kepuasan, di sisi lain, adalah rasa damai yang lebih dalam. Perasaan tenang dan aman dalam hubungan Anda, terlepas dari keadaan eksternal. Ini tidak berarti semuanya sempurna, tetapi Anda merasa tenang karena tahu bahwa bahkan di masa-masa sulit, Anda dan pasangan dapat menghadapi badai bersama. Mengharapkan kebahagiaan yang konstan tidaklah realistis, dan jika tidak terjadi, hal itu dapat menyebabkan perasaan tidak mampu atau dendam.

Daripada berjuang untuk kebahagiaan yang konstan, carilah hubungan yang fondasinya adalah rasa puas dan aman. Terimalah bahwa akan ada suka dan duka, dan bahwa duka bukanlah tanda kegagalan, tetapi peluang untuk berkembang.

2. Emosi Manusia Itu Kompleks

Manusia bukanlah makhluk satu dimensi yang hanya didorong oleh pengejaran kebahagiaan. Kita adalah individu yang kompleks dengan sejarah, harapan, ketakutan, dan kebutuhan emosional yang unik. Terkadang kompleksitas ini berbenturan dengan kompleksitas pasangan kita, yang menyebabkan gesekan atau kesalahpahaman. Jika Anda meyakini bahwa pasangan Anda harus selalu membuat Anda bahagia, Anda memberikan beban yang tidak adil kepada mereka untuk memenuhi semua kebutuhan emosional Anda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline