Dari luka-luka ini, dimana bayang-bayang menangis, bulan akan terbit, janji yang harus ditepati. Di malam paling gelap, dimana rasa sakit bersemayam, sebuah mercusuar perak dalam langkah surgawi.
Setiap bekas luka adalah kisah yang terukir di langit, sebuah lagu pengantar tidur berbisik, sebuah jawaban yang hening. Di bawah kanvas laut kosmis, konstelasi penyembuhan, sebuah simfoni.
Dari kedalaman rasa sakit, seekor burung phoenix lahir, bulu yang ditenun dengan air mata, menghiasi kosmis. Dalam gema patah hati, nada yang tangguh, dari luka-luka ini, bulan akan pingsan.
Dengan rahmat bulan, ia menari di atas bekas luka, tarian surgawi di bawah bintang-bintang yang bersinar. Belaian yang menenangkan bagi jiwa yang terluka, usapan surgawi untuk membuat kita utuh.
Cahaya bulan tumpah seperti cairan pelipur lara, memberikan harapan di tempat yang dijanjikan bayangan. Dari luka-luka ini, hadiah surgawi, bulan akan terbit, dengan mata yang lembut.
Maka, di malam hari, peluklah langit, biarkan bulan menghibur, biarkan luka mereda. Karena dalam penyembuhan sinar bulan, harapan muncul dari mimpi yang hancur.
***
Solo, Jumat, 19 Januari 2024. 10:24 pm
Suko Waspodo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H