Lihat ke Halaman Asli

Suko Waspodo

Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Gibran Tidak Punya "Unggah-ungguh"

Diperbarui: 25 Oktober 2023   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Hipwee

"Unggah-ungguh" dalam bahasa Jawa mempunyai makna yang penting dan mendalam. Ungkapan ini menyangkut perilaku, sikap dan tutur kata seseorang terhadap orang lain dan dalam bermasyarakat.

Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang selaras. Kesatuan itu harus diakui oleh semua manusia dengan selalu menempatkan diri sesuai dengan berbagai tuntutan tata krama sosial. Siapa pun yang berkedudukan lebih tinggi harus dihormati dan siapa pun yang berkedudukan lebih rendah adalah memakai sikap kebapaan atau keibuan dan rasa tangung jawab. Dengan demikian, unggah-ungguh merupakan bentuk manifestasi dari bentuk prinsip rukun dan prinsip hormat.

Unggah-ungguh dapat dimaknai juga sebagai pola tingkah laku manusia yang beradab, dan bisa disamakan juga dengan istilah sopan santun, yaitu suatu peradaban lahiriah yang mencakup semua tindakan manusia yang keluar dari kesadaran dan selera baik. Dalam hal ini sama dengan pemahaman yang ada dalam pandangan semua agama tentang penghargaan terhadap sesama ciptaan Tuhan.

Terkait dengan tindakan Gibran menerima tawaran dari Koalisi Indonesia Maju dan bersedia menjadi cawapres mendampingi Prabowo dalam pilpres kali ini adalah contoh perilaku yang tidak punya unggah-ungguh. Gibran tidak punya sopan-santun dalam berpolitik maupun tata krama dalam berpartai serta berorganisasi.

Sebagai anggota dan kader PDI-P mestinya Gibran meminta ijin atau bahkan mengundurkan diri secara tertulis, tidak cukup hanya 'ngomong' kepada Puan Maharani. Karena sebagai kader yang bahkan menjadi walikota Solo tentu dia bukanlah kader yang boleh asal 'slonang-slonong'.

Apakah mentang-mentang sebagai anak dari presiden Jokowi lalu dia boleh seenaknya sendiri? Mestinya dia tahu bahwa bapaknya saja sebagai presiden tetapi sekaligus kader PDI-P harus selalu berkonsultasi dengan partainya setiap kali mengambil keputusan politik, apalagi dia yang hanya seorang walikota. Sebagai walikota dan kader PDI-P dia juga harus selalu berkonsultasi dengan partainya dalam setiap tindakan politiknya, terlebih ini menyangkut pencawapresan dirinya bukan oleh partai yang telah membesarkannya.

Terlepas dengan kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi, tindakan Gibran ini sungguh tidak punya unggah-ungguh dan bahkan menjijikkan. Gibran adalah contoh orang yang tidak punya tata krama dalam hal apa pun, tidak hanya dalam berpolitik dan berpartai. Dia juga contoh nyata anak muda yang sombong dan tidak tahu berterima kasih. Seandainya dia dulu tidak didukung oleh PDI-P tentu tidak akan terpilih sebagai walikota, meski dia anak presiden sekalipun. Tanpa dukungan PDI-P dia bukan siapa-siapa, hanya anak presiden yang jualan martabak.

Seorang yang tidak punya unggah-ungguh dan sombong seperti Gibran ini  sangat tidak pantas untuk dipilih dan tidak layak menduduki jabatan publik apa pun sejak saat ini. Dia seharusnya tidak hanya mengundurkan diri dari PDI-P tetapi juga harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai walikota Solo, kalau dia masih punya pikiran yang waras. Sungguh tidak punya malu dan bahkan menjijikkan kalau Gibran masih tetap menduduki jabatannya sebagai walikota Solo.

***
Solo, Rabu, 25 Oktober 2023. 9:32 am
Suko Waspodo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline