Politik luar negeri, merupakan suatu program studi yang menunjukkan bagaimana sebuah negara dapat berinteraksi dengan negara lain dan kelompok internasional untuk mencapai kepentingannya sendiri, merupakan komponen penting dari hubungan internasional. Dengan demikian, politik luar negeri mencakup kebijakan, strategi, dan tindakan yang bertujuan untuk melindungi kedaulatan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memperkuat posisi negara di dunia global. Politik luar negeri juga berfungsi sebagai alat diplomasi untuk membangun hubungan baik antar negara, menyelesaikan konflik, dan mendorong kerja sama internasional dalam berbagai bidang, seperti perdagangan, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena itu, memahami politik luar negeri sangat penting untuk memahami dinamika hubungan antarnegara di era globalisasi, yang akan semakin kompleks di masa mendatang. Politik luar negeri setiap negara bergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal termasuk keadaan ekonomi, sistem politik, budaya, dan sejarah negara, sedangkan faktor eksternal termasuk tekanan geopolitik, situasi regional, dan dinamika ekonomi dan politik global. Negara dengan lokasi strategis dapat menekankan keamanan dan stabilitas dalam politik internasionalnya. Dalam sifatnya, sebuah negara memiliki kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan negaranya sendiri.
Dengan pembahasan akan politik luar negeri, teori utama yang akan digunakan untuk menganalisa politik luar negeri pada era Jokowi, dapat dijelaskan dengan teori realisme. Realisme adalah salah satu teori klasik tentang hubungan internasional, sering disebutkan berdasarkan nama tokoh besar, seperti Aristoteles, yang memandang dunia dari perspektif materi. Para sarjana terkenal dan beberapa negarawan telah membantu mengembangkan realisme politik kontemporer. Teori realisme politik adalah mazhab dalam teori hubungan internasional yang berpusat pada "spektrum ide" yang berpusat pada empat ide utama: grupisme politik, egoisme, anarki internasional, dan politik kekuasaan. Teori ini berasal dari karya Thomas Hobbes dan Niccolò Machiavelli, dan berkembang menjadi pendekatan berbasis hubungan internasional selama periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Diantara para tokoh tersebut salah satu yang paling dikenal adalah Hans Joachim Morgenthau, salah satu alasannya adalah karena bukunya yang berjudul “Politic among Nations : the Struggle for Power and Peace” (1948).
Sebelum membahas secara bagaimana politik luar negeri, dalam pemerintahan Jokowi dalam konflik laut china Selatan, kita secara awal harus menjelaskan terlebih dahulu background bagaimana terjadinya konflik laut china Selatan, dan posisi Indonesia dalam konflik ini. Salah satu konflik teritorial paling rumit di Asia Tenggara adalah Laut Cina Selatan. Perselisihan ini melibatkan wilayah yang mungkin kaya akan sumber daya alam dan penting bagi perdagangan internasional. Dalam konflik ini, beberapa negara memiliki klaim yang tumpang tindih, termasuk Republik Rakyat Cina, Taiwan, serta negara-negara anggota ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Klaim terbesar diajukan oleh Cina dengan garis sembilan putus-putus, atau garis sembilan titik, yang mencakup sekitar 90% Laut Cina Selatan. Klaim ini kontroversial karena bertentangan dengan keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional tahun 2016 yang menolaknya, terutama terkait kepemilikan wilayah di perairan ini. ASEAN telah berfungsi sebagai platform untuk menjaga stabilitas dan penyelesaian konflik di kawasan sejak awal konflik ini.
Secara posisinya sendiri Indonesia memposisikan diri sebagai negara netral dalam konflik Laut China Selatan, mengingat Indonesia tidak terlibat langsung dalam klaim teritorial di wilayah tersebut. Meskipun demikian, klaim Nine-Dash Line yang diajukan oleh China sering kali tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Laut Natuna Utara. Indonesia secara konsisten menegaskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Untuk melindungi kedaulatan dan sumber daya alam di wilayahnya, Indonesia telah meningkatkan patroli serta memperkuat kehadiran militernya di perairan Natuna. Selain itu, Indonesia juga mendorong penyelesaian sengketa Laut China Selatan melalui mekanisme diplomasi dan dialog multilateral, termasuk pembahasan Code of Conduct (CoC) antara ASEAN dan China. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia berkomitmen untuk menjaga stabilitas kawasan dengan menghormati hukum internasional, memastikan kebebasan navigasi, dan mempromosikan kerja sama ekonomi. Dengan pendekatan tersebut, Indonesia berfokus pada menjaga keamanan dan perdamaian kawasan, sekaligus bersikap tegas dalam mempertahankan hak-haknya jika terjadi gangguan terhadap kedaulatannya. Menurut teori realis, fokus Indonesia pada kepentingan nasional, kedaulatan, dan pertahanan keamanan menjelaskan posisinya dalam konflik Laut China Selatan. Teori realis menekankan bahwa negara adalah aktor utama dalam sistem internasional yang anarkis, di mana tidak ada otoritas supranasional yang dapat sepenuhnya menjamin keamanan atau kepentingan negara. Akibatnya, negara bertindak untuk mempertahankan kedaulatan dan melindungi kepentingannya sendiri. Sebagai negara berdaulat, Indonesia mengambil pendekatan realistis dalam hal Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar Laut Natuna Utara. Klaim China atas Nine-Dash Line dianggap mengganggu ZEE Indonesia, sehingga Indonesia meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut. Dalam realisme, konsep self-help berarti bahwa negara harus bergantung pada dirinya sendiri untuk melindungi kepentingannya karena sistem internasional tidak dapat menjamin keamanannya. Indonesia juga menggunakan diplomasi untuk menjaga stabilitas wilayah dan mengurangi kemungkinan konflik terbuka. Metode ini terkait dengan strategi balance of power dalam teori realis. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia berusaha menyeimbangkan pengaruh kekuatan besar seperti China dengan bekerja sama di seluruh wilayah. Namun, Indonesia menunjukkan kesiapan untuk bertindak tegas jika kepentingan kedaulatan terganggu, seperti meningkatkan patroli dan kehadiran di Laut Natuna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H