Lihat ke Halaman Asli

Potret Kehidupan Masyarakat Papua

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

138533477985299528

Berbicara mengenai Papua, Pulau yang terletak di ujung Nusantara ini, kita lantas membayangkan keindahan pulaunya, taman laut yang terkenal hingga ke mancanegara, hutan belantara dan gunung-gunung tinggi yang menjadikan Papua masih terasa seperti pulau surga yang terpelihara. Sungguh karunia terindah yang di berikan Allah kepada Indonesia, memelihara dan menjaganya adalah hal paling penting yang harus kita lakukan sebagai wujud rasa terima kasih kita kepada-Nya. Hanya saja di beberapa tempat di pulau nan indah ini masih banyak yang belum tertata rapi dan tersentuh oleh tangan-tangan jahil yang mencoba merusak beberapa hasil alam yang di bangga-banggakan itu serta minimnya penanganan yang serius dari pemerintah.

Dari beberapa film documenter yang di tayangkan di berbagai TV swasta ataupun media lain menggambarkan bahwa Papua adalah pulau yang sangat jauh dari kehidupan-kehidupan seperti yang kita rasakan sekarang di berbagai kota-kota besar, tapi sebenarnya tidak, justru disinilah tempat yang nyaman,kata orang Papua identic dengan kekerasan dan tertinggal jauh, tapi sebenarnya disini ada kok yang namanya mall dengan pengunjung yang lumayan tinggi setiap harinya, berbagai tempat-tempat wisata ,tempat ibadah, saling menghormati antar suku dan agama, di setiap hari minggu yang sebagian besar penduduk sini beragama Kristen melaksanakan ibadah mereka dengan nyaman dan aman, begitu pula sebaliknya yang beragama islam mereka mendirikan sholat jum’at dan sholat 5 waktu dengan aman dan nyaman pula, serta para penganut agama yang lain yang mengerjakan ibadah mereka masing-masing, di kota kami pun bukan hanya penduduk asli papua, banyak yang merantau dari pulau seberang seperti dari Jawa, Sulawesi, Sumatra, Maluku, bahkan wisatawan asing pun tidak sedikit yang menetap untuk tinggal di tempat ini  walaupun ada beberapa yang masih meragukan kesetiaan dari penduduk non-papua tapi lama-kelamaan mereka pun menjadi mengerti dan mulai saling memahami satu dengan yang lainnya.

Pernah menonton film “lost in Papua?” sedikit me-review sebuah film baru karyaIrham Acho Bachtiar yang menceritakan  tentang sebuah suku di Papua. Di bintangi oleh Fauzi Baadilah dan Fanni Febriani dan didukung oleh figuran orang asli Papua. Sebenarnya dari film itu beberapa orang beranggapan bahwa papua memiliki penduduk yang tidak ramah, dan sebagainya dan membuat orang-orang merasa ketakutan memikirkan dan menangkap bahwa seperti itulah masyarakat Papua terutama untuk suku korowai yang diceritakan dalam film itu  bahwa Perempuan Papua digambarkan sebagai perempuan yang lebih baik bisa berhubungan seks dan mendapat “bibit penerus” dari lelaki Jawa. Suku Korowai digambarkan sebagai suku yang hanya terdiri dari kaum perempuan dan juga pemerkosa laki-laki. Ini merendahkan perempuan., ini tentu tidak benar. Korowai sebuah kelompok etnik yang dulu hidup di pepohonan di daerah Boven Digul. Mereka tentu saja bukan eksklusif perempuan. Banyak lelaki Korowai. Lelaki Korowai adalah salah satu suku di Papua yang tidak memakai koteka. Kaum lelaki suku ini memasukan alat kelamin mereka ke dalam kantong jakar (scrotum) dan pada ujungnya mereka balut ketat dengan sejenis daun. Kaum perempuan hanya memakai rok pendek terbuat dari daun sagu. Sagu adalah makanan utama mereka. Ulat sagu juga menjadi makanan tambahan yang terlebih dulu dibakar. Untuk menghindari binatang buas dan ancaman perang antar suku, mereka membuat rumah di atas pohon bahkan ada rumah yang mencapai tinggi 40 meter (http://yulankurimameke.wordpress.com/2011/12/12/23/) hal ini tentu menjadikan orang-orang menjadi  berfikir dua kali untuk melakukan perjalanan wisata ke Papua. Untuk membuktikannya cobalah tengok keindahan dan keramahan masyarakat papua dan buatlah kesimpulan sendiri.

Selain keindahan alam yang ditawarkan oleh pulau cendrawasih ini serta keragaman suku dan budaya masyarakat Papua, ternyata sebagian penduduk pulau ini juga  sangat menghargai hewan, tapi jangan salah dan meremehkan hal yang satu ini, berbicara mengenai hewan saya akan berbagi cerita kepada teman –teman semua mengenai perilaku masyarakat Papua tepatnya di kota Sorong-Papua Barat (Sorong adalah nama kota yang berada tepat di awal pulau papua-pent).

Jangan salah kalau di daerah kalian yang berada di luar papua adalah daerah yang begitu menyayangi hewan peliharaan terutama hewan Anjing dan Babi. Ternyata di Kota Sorong ini mereka lebih menyayangi kedua hewan ini, bagaimana tidak ketika berjalan di sekitar kota ini sepanjang jalan kalian akan menemui beberapa hewan peliharaan mereka, dan berhati-hatilah ketika melewati daerah yang banyak di singgahi oleh kedua hewan ini, karena ketika menabrak anjing atau pun babi milik mereka kalian akan dikenai denda, apalagi yang kalian tabrak adalah hewan babi atau anjing betina, setiap puting-nya akan di hitung dan di kenai biaya sendiri hingga mencapai total puluhan juta rupiah , itulah mengapa banyak pengendara motor atau mobil lebih memilih mencelakakan diri mereka sendiri di banding menabrak seekor anjing atau babi yang harganya berlipat ganda dibanding harga perawatan rumah sakit. Sudah banyak kasus serupa yang terjadi di kota sorong ini, yang lebih parahnya lagi jika sampai terjadi pertikaian masalahnya lebih panjang dan rumit dan imbasnya bisa kepada orang-orang lain. Dari beberapa data yang saya ambil,  jalan keluar  yang biasa di ambil ketika terkena kasus penabrakan hewan ini adalah jalan damai dan kesepakatan yang di wakili langsung oleh Tokoh masyarakat dari pelaku dan si pemilik hewan yang mana kedua belah pihak melakukan kesepakatan dengan membayar denda tapi nilai denda yang tidak begitu tinggi seperti permintaan sebelumnya.

Data diri penulis

Nama : sukmawati hamsyi

Alamat : jalan perikanan sorong-papua barat

Alamat email : sukmahamsyi@yahoo.co.id

Saya kelahiran sorong-papua barat, tapi ayah dan ibu saya rantauan dari Maros, Sulawesi selatan, orang tua saya menetap di Kota Sorong-Papua barat dari beberapa tahun silam (sekitar tahun 70-an) dari lahir hingga usia saya yang beranjak 22 tahun ini tentunya saya sedikit memahami dan mengerti sedikit mengenai potret kehidupan masyarakat papua, mulai dari kehidupan mereka, pendidikan mereka, serta aturan hidup yang mereka jalani, namun di antara kami kaum pendatang dan penduduk asli sini dapat saling memahami dan saling menbantu satu sama lain. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kami,kehidupan kami sama seperti yang lainnya, tulisan diatas adalah hasil dari pengumpulan data sendiri yang saya dapatkan dari cerita dan pengalaman teman-teman saya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat dijadikan saduran bagi teman-teman yang ingin mengetahui banyak hal mengenai potret kehidupan masyarakat papua. adapun kesalahan dalam penulisan , saya mohon maaf, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan untuk penulisan yang lebih baik lagi. Thanks

ditemani Kak maidah (ujung kanan), kami meng-interview salah satu penduduk asli papua mengenai ragam budaya papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline